Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pihak Polrestabes Medan diminta untuk menangkap tersangka yang kini berstatus buronan (DPO) kasus penggelapan uang hasil perusahaan Rp3,2 miliar lebih yang ditetapkan pihak kepolisian Polrestabes Medan. Tersangka Wiwi Wijaya, ditetapkan sebagai DPO sejak 23 April 2021.
Korban Herman mengatakan, pihak Polrestabes Medan sebelumnya sudah berhasil menangkap satu dari dua pelaku penggelapan yakni bernama Sely Wijaya.
"Sely Wijaya saat ini telah menjadi terdakwa dan JPU telah menuntut Sely Wijaya dengan pidana penjara selama 4 tahun, kita tinggal menunggu putusan dari majelis hakim, semoga hukuman yang didapat sepantasnya," ujar Herman, Selasa (14/9/2021) siang.
Sementara itu, katanya, satu tersangka yang berstatus DPO, Wiwi Wijaya hingga saat ini masih buron. Dirinya berharap agar pihak Polrestabes Medan segera menangkap pelaku.
"Kita sangat berharap kepada pihak kepolisian segera secepatnya menangkap pelaku, pasalnya pelaku saat ini masih bebas berkeliaran. Jadi kita meminta polisi agar pelaku ditangkap dan dihukum agar membuat efek jera," pungkasnya.
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Riko Sunarko saat dikonfirmasi melalui via WhatsApp belum menjawab, begitu juga dengan Plh Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Rafles Marpaung tidak kunjung menjawab.
Sementara, perwira penghubung (Pabung) Polrestabes Medan Kompol Riama Siahaan ketika dikomfirmasi, Selasa siang, mengaku belum mengetahui kasus tersebut.
"Saya belum tahu kasusnya yang mana, tapi intinya semua laporan masyarakat pasti ditindaklanjuti, terima kasih atas pemberitahuannya," jawabnya dari telepon seluler.
Diketahui perkara tersebut berawal, Sely Wijaya dan Wiwi Wijaya (DPO) bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Kota Medan milik saksi korban Herman, SE sejak tahun 2006.
Bahwa Sely Wijaya mendapat upah atau gaji setiap bulannya selama bekerja adalah sebesar Rp3.750.000 dan Wiwi Wijaya mendapat upah atau gaji sebesar Rp3.500.000.
Adapun cara perusahaan melakukan penjualan keramik adalah dengan cara sales yaitu saksi Novita dan saksi Hadisyah Fitri menawarkan barang keramik kepada toko-toko keramik yang ada di dalam Kota Medan maupun diluar kota.
Awalnya selama Sely Wijaya dan Wiwi Wijaya bekerja, saksi korban tidak melihat adanya kejanggalan laporan keuangan yang diberikan oleh Wiwi Wijaya karena Wiwi Wijaya melaporkan laporan keuangan di perusahaan tersebut dalam keadaan untung/laba.
Namun, Sely Wijaya menyuruh sales yaitu saksi Novita dan saksi Hadisyah Fitri untuk menjual barang (keramik) milik perusahaan ke beberapa toko tanpa sepengetahuan saksi korban.
Sely Wijaya mencetak 31 lembar Delivery Order (DO) terhadap 7 toko tersebut agar barang/keramik bisa keluar dari gudang milik saksi korban, kemudian Wiwi Wijaya mencetak lagi bon faktur dan bon DO (bon pengeluaran barang) tanpa sepengetahuan saksi korban dan juga invoice palsu.
Sely Wijaya dan Wiwi Wijaya lalu memasukkan data di komputer bahwa toko-toko tersebut belum bayar. Kemudian, Sely memerintahkan sales yaitu saksi Novita dan saksi Hadisyah Fitri apabila toko-toko tersebut membayar secara tunai agar sales yaitu saksi Novita dan saksi Hardi Syafitri menyerahkan uang pembayaran penjualan keramik kepada Sely Wijaya dan Wiwi Wijaya.
Bahwa akibat perbuatan yang dilakukan Sely Wijaya bersama dengan Wiwi Wijaya, saksi korban mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp 3.262.696.000.