Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. NasDem menolak pernyataan Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang menyatakan presidential threshold (PT) 20-25 persen ialah lelucon politik. NasDem mengatakan presidential threshold atau ambang batas calon presiden tak menyalahi konstitusi.
"Tidak ada pasal dalam UUD yang dilanggar. Kami meyakini bahwa argumen konstitusional pendukung ambang batas presiden 20% kursi DPR RI atau 25 % suara sah nasional adalah valid dan kuat," ujar Ketua DPP NasDem Johnny G Plate dalam pesan singkat, Jumat (28/7/2017).
Johnny menjelaskan, dalam keputusan MK Nomor 51 tahun 2013, ditegaskan ambang batas presiden dalam UU Pemilu menjadi kewenangan pembuat UU, yakni pemerintah dan DPR atau istilahnya open legal Policy. Johnny menyarankan bagi pihak yang punya legal standing yang merasa dirugikan atas aturan tersebut dapat mengajukan Jucial Review ke MK.
"Selanjutnya, keputusan MK bersifat final dan mengikat. Kami tentu akan menghormati keputusan MK apapun amar keputusan MK nantinya. Kami meyakini bahwa MK akan konsisten dan menolak upaya JR terhadap pasal terkait ambang batas presiden dalam UU Pemilu yang baru disahkan oleh DPR RI," ucap dia.
Menurut Johnny, tak ada yang lucu terkait pasal ambang batas calon presiden di UU Pemilu. Johnny lantas mengaitkannya dengan polemik kursi pimpinan DPR pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Fraksi Gerindra dan Fraksi Demokrat juga terlibat aktif dalam pembuatan UU tersebut. Bahwa di saat rapat paripurna mereka walk out, kami anggap sebagai penggunaan hak dan bagian dari demokrasi," tutur Johnny.
Johnny mengungkit persaingan Koalisi Merah Putih (KMP) versus Koalisi Indonesia Hebat (KIH) berebut kursi pimpinan DPR di awal periode DPR 2014-2019. Saat itu KIH juga walk out karena kalah voting dengan KMP. Namun KIH tak menganggap KMP sebagai lelucon."Sama halnya saat pemilihan pimpinan DPR RI dan AKD, fraksi-fraksi yang tergabung di KIH juga walk out namun kami tidak menganggap pimpinan DPR dan pimpinan AKD DPR RI sebagai 'lelucon', walaupun kami sempat mengambil langkah politik dengan membuat pimpinan tandingan saat itu," tegas Johnny. (dtc)