Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis-Medan. Membayangkan Banyuwangi yang semula terkenal dengan isu santetnya, namun kini berubah menjadi wilayah dengan tujuan aneka wisata, membuat Hendra Gunawan Kaban jadi geregetan.
Pasalnya, menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Penyelenggara dan Pelaksana Acara (Appara Kota Medan ini, meskipun berada di peringkat ketiga kota terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, namun tak satupun terdapat even atau acara monumental tahunan yang pernah diselenggarakan di ibu kota Provinsi Sumut ini yang mampu menggaet pengunjung, baik itu lokal maupun asing.
Jika Jakarta memiliki Indonesia International Motor Show (IIMS), di Surabaya ada Jatim Expo- keduanya selalu berlangsung meriah, dimana pengunjung datang berjubel dan peserta hadir menampilkan aneka produk, bagaimana dengan Kota Medan?
“Pesta Mejuah-Juah di Karo dan Pesta Danau Toba di Parapat kalau kita lihat dari dulu begitu-begitu saja, tak ada yang menarik dalam penyelenggaraannya,” kata Hendra dalam perbincangan dengan medanbisnisdaily.com.
Sebagai pelaku usaha di bidang event organizer (EO) alias penyelenggara acara yang telah berkiprah selama satu dekade, Hendra sesungguhnya pernah beberapa kali melaksanakan acara yang berhasil mendatangkan peserta dari berbagai negara.
Hendra merupakan pendiri sekaligus pemimpin perusahaan EO Lalume Indonesia, berdiri sejak 2007.
Tahun 2009 sampai 2013 pernah digelar Palm Trader Expo. Para pelaku usaha di bidang perdagangan kelapa sawit dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Pilipina dipertemukan di event tersebut.
Barongsai Festival yang dilaksanakannya pada 2012 juga mampu menyedot peserta dari sejumlah negara tetangga, seperti Thailand, Singapura dan Malaysia
“Kesawan Street Festival”, itulah even yang tengah digagas lulusan Unika Atmajaya Jogyakarta ini. Ia hendak didorong acara tersebut nantinya menjadi agenda tahunan Kota Medan.
Sebagaimana IIMS di Jakarta, Jatim Expo di Surabaya atau Jember Carnaval Festival di Jember, KSF diangankan mampu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan datang ke Medan.
“Diadakan selama tiga hari berturut- turut, even KSF akan menampilkan sajian kuliner, kerajinan tangan atau handy craft, serta musik etnik dari delapan etnis asli di Sumatera Utara, ditambah enam etnis lainnya yang sudah berasimilasi, seperti China, India, Arab dan sebagainya,” papar Hendra.
Keyakinan Hendra bahwa KSF akan mampu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan ke Medan dikarenakan idenya tersebut pernah diikutkan dalam kompetisi yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata. KSF berhasil menjadi salah satu pemenang.
Kepada Pemerintah Kota Medan, ide berikut konsep penyelenggaraan KSF sudah disampaikan. Hendra menginginkan Pemko berkenan berpatner dengannya sebagai penyandang dana dalam bentuk hibah. Kepada Bank Sumut yang merupakan milik pemerintah daerah, ide tentang KSF juga ditawarkan.
“Akhir tahun ini akan saya putuskan bagaimana nantinya Kesawan Street Festival terselenggara, apakah bekerja sama dengan Pemko Medan atau dengan pihak-pihak lainnya. Kepada Bank Sumut saya katakan sebesar Rp 40 miliar dana akan masuk dari publik ke mereka jika mau mendanai event KSF,” ujar Hendra.
Diperkirakan selama tiga hari penyelenggaraan KSF akan menghabiskan dana kurang lebih Rp 1,8 miliar.
Sebagai pimpinan Appara yang menaungi 40 perusahaan EO, Hendra menyebutkan ada tiga isu utama yang saat ini tengah dijalankan guna menjadikan seluruh anggotanya lebih qualified, kompeten dan profesional. Ketiganya; regulasi, standarisasi dan edukasi.
Terdapat 14 sertifikasi yang ditetapkan Kementerian Pariwisata mutlak dimiliki perusahaan-perusahaan penyelenggara acara. Kewajiban Hendra bersama wadah yang dipimpinnya melakukan edukasi dan memediasi anggota-anggotanya agar seluruh perusahaan EO di Kota Medan menjalankan bisnis dengan baik.
“Sebesar Rp 1,3 triliun setiap tahunnya dana yang dikucurkan pemerintah daerah di Sumatera Utara untuk penyelenggaraan berbagai acara. Ditambah kegiatan-kegiatan promo yang dilaksanakan berbagai perusahaan swasta yang menghabiskan dana miliaran rupiah, begitu besar kue yang bisa diperebutkan di usaha EO ini,” terang Hendra.Menurut Hendra, ide-ide penyelenggaraan acara yang unik, orisinil, berkwalitas dan mampu mendatangkan audiens hingga melampaui target, di titik inilah kelemahan perusahaan-perusahaan EO di Kota Medan bila dibandingkan dengan perusahaan EO lainnya di Pulau Jawa.