Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada kuartal II-2017 sebesar 2,5% atau turun jika dibandingkan kuartal I-2016 yang tumbuh sebesar 6,63%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, minimnya pertumbuhan produksi industri mikro dan kecil dikarenakan banyak kendala, mulai dari inovasi hingga keberpihakan pemerintah.
"Ini agak tidak biasa ya, biasanya industri IMK biasanya lebih tinggi di triwulan I, ini memang karena banyak kendala IMK, apalagi mayoritas masyarakat kita IMK, harusnya keberpihakan kita ke sana, karena dia perusahaan kecil yang perlu dibantu," kata Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (1/8/2017).
Kecuk menilai, pengawasan pemerintah terhadap industri mikro dan kecil memang sulit dikarenakan sektor tersebut tidak bisa diprediksi masa operasinya.
Namun, kendala yang biasanya dihadapi oleh sektor industri mikro dan kecil ini mulai dari sisi pemasaran hasil produksinya yang masih terbatas. Di zaman sekarang mau tidak mau harus mengandalkan teknologi dalam melakukan pemasaran hasil produksinya.
"Saya pikir kita perlu membantu. Kalau dia masih pemasarannya tradisional sementara yang lain online, yang tidak mengenal batas ruang dan waktu, nah IMK yang enggak punya modal besar harus dibantu," jelas dia.
Pemerintah juga harus membantu permodalan industri mikro dan kecil dalam mengembangkan usahanya ke depan. Tidak hanya itu, para pekerja juga diberikan akses keterampilan agar dapat berinovasi dalam menciptakan suatu produk.
Berdasarkan catatan BPS, beberapa industri manufaktur mikro dan kecil yang mengalami penurunan pertumbuhan produksi antara lain, industri pengolahan tembakau minus 14,32%, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional minus 3,85%, industri barang galian bukan logam minus 3,61%, industri karet, barang dari karet dan plastik minus 5,54%, industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer minus 6,68%.
Pada tingkat provinsi, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil yang tumbuh paling tinggi di Aceh yang naik 20,87%, Papua naik 13,13%, Riau naik 11,05%, DKI Jakarta naik 10,28%, Banten naik 8,07%.
Sedangkan provinsi yang mengalami penurunan tertinggi pada kuartal II 2017 terjadi di Sulawesi Selatan turun 11,94%, Sulawesi Barat turun 10,09%, Kalimantan Timur turun 9,13%, Maluku turun 8,83%, dan Bali 5,67%.
Untuk pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang, pada kuartal II tahun ini naik sebesar 4% jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2016. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya produk industri barang logam, bukan mesin, dan peralatannya yang naik 10,86%, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional naik 9,21%, dan industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia naik 8,98%. (dtf)