Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Sebenarnya PT PLN (Persero) dijadwalkan menandatangani PPA (Power Purchase Agreement) alias kontrak jual beli listrik dengan dengan 64 produsen listrik swasta. Tapi ada 11 pengembang energi terbarukan yang mengundurkan diri, sehingga hanya 53 perusahaan saja yang meneken kontrak dengan PLN.
Beredar isu, PLN memaksa para pengembang energi terbarukan untuk menandatangani PPA dengan harga listrik sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017 (Permen ESDM 12/2017). Akibatnya, ada pengembang yang keberatan dan mengundurkan diri. Benarkah demikian?
Direktur Pengadaan PLN, Nicke Widyawati, membantah hal tersebut. Ia mengatakan, proses pengajuan proposal, negosiasi harga, hingga penandatanganan PPA sudah berlangsung sejak setahun lalu.
Para pengembang mengajukan proposal, menawarkan listrik dari energi terbarukan kepada PLN di wilayah, dan PLN kemudian dikaji. Jika berdasarkan kajian ternyata PLN memang membutuhkan pembangkit listrik energi terbarukan di wilayah tersebut, maka ditindaklanjuti dengan negosiasi harga. Pedoman tarif yang dipakai adalah Permen ESDM 12/2017, yang terbit Januari 2017.
Kesepakatan harga, sambung Nicke, sudah dicapai pada sekitar Juni lalu. PLN kemudian meminta persetujuan harga kepada Menteri ESDM, dan dikabulkan minggu lalu, sehingga penandatanganan PPA berlangsung hari ini.
"Itu kan prosesnya sudah lama, sudah dari setahun lalu. Proposal disampaikan pengembang ke PLN wilayah, ditinjau, dikaji kelayakannya. Kemudian sudah ada kesepakatan harga dengan PLN wilayah, dari situ kita minta pesetujuan harga ke Pak Jonan, didapat minggu lalu," kata Nicke usai penandatanganan PPA di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Jadi tidak benar PLN memaksa IPP menyepakati harga sesuai Permen ESDM 12/2017.
"Kesepakatan harga itu sudah dicapai sebelumnya. Seluruh proses sudah selesai. Enggak ada pemaksaan, prosedurnya biasa saja," tegasnya.
Memang kemudian ada suara-suara keberatan dari sebagian produsen listrik swasta. Ada yang meminta negosiasi harga lagi karena Permen ESDM 12/2017 direvisi menjadi Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2017 (Permen ESDM 43/2017).
Tapi keberatan itu datang belakangan setelah kesepakatan harga sebelumnya sudah tercapai. "Ibarat orang mau jual rumah, pembeli dan penjual sepakat Rp 100 juta. Tapi pas mau tanda tangan AJB tiba-tiba minta harga baru, padahal sudah sepakat. Kalau pembeli enggak mau, ya batal," papar Nicke.
Pada kesempatan ini, detikFinance juga mewawancarai 3 pengembang energi terbarukan yang menandatangani kontrak dengan PLN. Berdasarkan pengakuan dari ketiga produsen listrik swasta itu, tidak ada pemaksaan.
Ketiganya sepakat dengan harga yang ditawarkan PLN berdasarkan Permen ESDM 12/2017. Patokan harga dalam beleid tersebut pun masih menguntungkan bagi mereka.
"Enggak lah, bagaimana pemerintah mau maksa? Menurut saya masih untung sejauh kita bisa mengoptimalkan mesin, peralatan, maintenance," kata Presiden Direktur Nusantara Hidro Utama, Minadi Pujaya.
Tarif terjangkau
Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana, menambahkan saat ini kebijakan pemerintah berorientasi pada penyediaan listrik yang terjangkau untuk rakyat. Tarif listrik PLN harus efisien agar bisa dijangkau seluruh lapisan masyarakat.
Agar tarif listrik terjangkau, PLN harus membeli listrik dengan harga yang wajar dari produsen listrik swasta. Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik tak boleh terlalu tinggi.
Permen ESDM 12/2017 berupaya membuat BPP makin lama makin efisien. Memang aturan ini tidak bisa memuaskan semua pihak, ada sebagian produsen listrik energi terbarukan yang keberatan. Tapi pemerintah harus mendahulukan kepentingan 250 juta rakyat Indonesia, jadi harga listrik dari energi terbarukan tak bisa dipatok tinggi-tinggi.
"Pemerintah sekarang fokus bagaimana menyediakan listrik terjangkau. Masih banyak saudara kita yang belum menikmati listrik. Mohon maaf kami memperhatikan 250 juta rakyat dulu, bahwa ada yang tidak senang itu biasa. Ada yang tidak cukup dengan margin sekian, itu relatif. Dengan tersedianya listrik murah, itu juga meningkatkan daya saing industri kita," Rida memaparkan. (dtf)