Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Para pengusaha ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengakui merasakan adanya penurunan daya beli. Alhasil kinerja keuangan beberapa perusahaan ritel sedikit mengecewakan.
Lalu bagaimana biasanya perusahaan ritel menyelamatkan diri ketika daya beli masyarakat terasa menurun?
Menurut Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey, biasanya jika mulai terasa adanya penurunan penjualan, perusahaan ritel melakukan efisiensi terhadap beban operasi khususnya energi.
"Pertama pasti efisiensi terhadap pemakaian listrik, diesel atau genset. Karena yang paling terasa itu beban energi," tuturnya saat dihubungi detikFinance, Kamis (3/8/2017).
Kedua, kata Roy, biasanya peritel akan melakukan seleksi lebih ketat terhadap produk-produk yang dijual. Mereka akan lebih memilih produk-produk yang hanya sangat dibutuhkan masyarakat.
Nah, yang ketiga biasanya mereka akan menggenjot promosi kata Roy. Jika promosi masih tidak bisa menyelamatkan juga, mereka akan menurunkan selisih keuntungannya atau gross margin.
"Kalau sudah di luar promosi yang distandarkan berarti dia sudah mengurangi gross margin juga. Potongan harga itu kan program kalau belum ampuh juga berarti ada subsidi lagi. Biasanya yang untung 1% disubsidi lagi 0,25%. Itu mengurangi gross margin," tandasnya.
Namun sayangnya, Roy mengaku tidak memiliki data apakah para peritel saat ini sudah mulai mengurangi gross margin-nya. Namun dia memastikan jika peritel sudah mengurangi gross margin itu artinya keadaan sudah sangat gawat bagi perusahaan.
"Kalau sudah melakukan itu berarti sudah gawat. Karena itu pilihan terakhir. Baru paling terakhir banget kalau itu semua enggak ampuh juga ya sudah tutup toko atau pengurangan pegawai," tukasnya. (dtf)