Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Bandar seolah jadi bagian yang tidak bisa lepas dari sebuah pasar. Di mana ada pasar di situ pasti ada bandar yang mempunyai kekuatan untuk menguasai pasar.
Tidak hanya di pasar tradisional, di pasar modal pun ada bandar. Pihak-pihak yang memiliki modal besar biasanya dianggap sebagai bandar.
Dengan kekuatan modal yang besar maka bandar berkemampuan untuk menaikkan ataupun menurunkan harga saham sesuka hati. Oleh karena itu terkadang bandar disenangi tapi kadang juga ditakuti.
Menurut praktisi pasar modal, inspirator investasi serta penulis buku Bandarmology, Ryan Filbert, sosok bandar di pasar modal bukan suatu hal yang negatif. Bahkan menurutnya bandar sangat dibutuhkan bagi pasar modal sebagai market maker.
"Kalau enggak ada bandar malah repot. Ibaratnya bagaimana caranya kita sepakat air kemasan harganya Rp 3.000? Karena ada yang mengatur," tuturnya, Jumat (11/8).
Keberadaan bandar, kata Ryan juga diperlukan untuk meningkatkan volume transaksi sebuah saham. Sehingga pasar semakin likuid. Bayangkan saja jika ada batasan modal bagi pelaku pasar, maka nilai transaksi juga akan terbatas.
"Masalah dia bandar ada kepentingan untuk menjaga portofolio investasinya, ya pasti dia punya kepentingan. Sah-sah saja dong dia jaga nilai sahamnya," imbuhnya.
Nah jika melihat predikat bandar adalah pihak yang memiliki modal besar dan mempunyai kepentingan menjaga portofolio investasi, tentu yang paling cocok disebut bandar menurutnya adalah Manajer Investasi (MI).
MI berkepentingan untuk menjaga produk-produk reksa dananya agar tetap memiliki return yang tinggi. Meskipun tidak melulu MI yang dianggap pasar sebagai bandar.
Ryan mengatakan, yang terpenting bagaimana kita bisa mempelajari pola investasi dari bandar. Untuk itulah dia mengeluarkan buku Bandarmology.
Bandarmology sendiri merupakan analisa pergerakan saham berdasarkan pola-pola kebiasaan transaksi para bandar. Berbeda dengan analisa teknikal yang menggunakan perhitungan dari volume dan harga, Bandarmology menggunakan distribusi volume saham untuk menghitung kebiasaan transaksi dari bandar.
Sayangnya menggunakan metode analisa ini tidak gampang. Harus dikumpulkan data volume dari saham-saham di jajaran top buy dan top sell secara harian. Data tersebut juga harus diambil dari beberapa broker agar lebih akurat.
"Setelah itu dicari rata-ratanya, dengan begitu nanti kelihatan polanya si bandar. Tapi itu susah, bayangkan ada 500 lebih saham, dan itu datanya harus diambil setiap hari. Karena itu pakai sistem," terang Ryan.
Sama seperti metode analisa lain, Bandarmology tentu tidak 100% akurat. Namun minimal kebiasaan transaksi bandar bisa terlihat.
"Ibaratnya kenapa semua belok kanan, oh karena kiri tutup. Tapi kalau pakai statistik berdasarkan penelitian berapa kali belok kanan. Itu berbeda. Jadi lebih logis. Sama juga seperti mengikuti arus atau mendeteksi arus," sambung Ryan.
Jika bandar menggunakan kekuatannya untuk menjaga harga saham, menurut Ryan tentu tidak masalah apalagi bisa diprediksi. Namun yang menjadi masalah, jika sang bandar berubah menjadi 'bandit'. Dengan kekuatan modal yang besar tentu tidak menutup kemungkinan bandar melakukan aksi goreng saham.
"Bandar itu market maker, bandar itu bagus, yang repot itu bandit. Bandit itu yang goreng saham. Naikkan harga habis itu disikat turun, disangkutin modal orang, reponya gagal bayar, itu bandit," tukasnya. (dtf)