Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com. Sumatera Utara sejak lama dikenal sebagai surganya kuliner. Di daerah ini bisa kita temui beragam jenis kuliner, baik yang modern maupun tradisional. Salah satunya trites, yang menjadi andalan masyarakat suku Karo.
Trites atau disebut juga pagit-pagit adalah makanan yang berbahan dasar rumput. Rumput itu bukan sembarang rumput, tetapi yang berasal dari dalam lambung sapi atau lembu.
Seperti yang kita tahu, sapi maupun lembu adalah hewan yang memamah biak. Mereka tidak memakan makanannya sekali makan. Makanan berupa rumput itu bisa “ditarik” lagi ke mulut untuk kemudian dikunyah dan ditelan kembali. Hal itu bisa berlangsung untuk beberapa kali sebelum akhirnya makanan itu benar-benar ditelan dan dicerna.
Rumput yang belum dicerna itulah yang menjadi bahan dasar trites. Rumput yang telah bercampur dengan sejumlah enzim yang ada di dalam lambung itu, justru mengandung zat tanin. Zat tanin sendiri dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit perut. Antara lain maag, gangguan pencernaan serta menambah nafsu makan. Selain itu, mengkonsumsi trites juga membuat perut akan menjadi hangat.
Seperti diakui Monika Sembiring, pemilik salah satu rumah makan khas Karo di Desa Bangun Mulia, Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang.
Disebutkanya, membuat trites terbilang gampang-gampang susah. Pertama, rumput dalam lambung sapi itu diperas. Air perasan itu kemudian disaring berulang kali dengan kain tipis. Hal itu untuk menghindari serat rumput masuk ke dalam air perasan.
Air perasan itu kemudian direbus setidaknya sampai 3 jam. Tujuannya selain mematikan bakteri yang ada di dalam air perasan, juga untuk menghasilkan air rebusan (kaldu) yang kental.
Air kaldu itulah yang menjadi bahan utama membuat trites. Air rebusan itu kemudian dimasak dengan bahan-bahan tertentu. Biasanya orang akan mencampurkannya dengan potongan-potongan daging dan tulang sapi atau lembu. Untuk menghilangkan bau amis kaldu rebusan biasanya masyarakat Karo mencampurnya dengan kulit pohon cingkam.
Dahulu orang mencampurnya dengan susu segar. Tetapi kini hal itu sudah jarang dilakukan. Sebagai gantinya orang menggunakan santan. Selain praktis juga lebih hemat. Sedangkan untuk sayurnya dicampur dengan daun ubi berikut rimbang. Semua itu dimasak dengan campuran bermacam rempah-rempah. Tidak heran bila trites kaya akan rasa. Cenderung pedas, “menyengat” dan sedikit pahit.
Sepintas ada kemiripan rasa trites dengan kari kambing India. Seperti kita tahu, masakan India cukup dikenal karena bumbu-bumbunya yang ramai. MedanBisnis merasakan itu ketika 2 minggu berada di Tamil Nadu, India Selatan, 3 tahun lalu.
Seperti trites, kari India pada umumnya juga menggunakan susu sapi sebagai pengganti santan. Rempah-rempah yang digunakan bisa sampai 10 macam. Tidak heran rasanya menjadi begitu kaya. Trites juga mirip dengan soto (coto) Makassar yang dikenal pedas itu.
Makanan Raja
Pada masyarakat Karo, dulunya trites hanya disajikan untuk orang-orang tertentu saja.Tidak semua orang sanggup memasaknya. Hal itu karena bahan dasarnya yang sulit didapat dan berbiaya mahal. Paling tidak untuk memasak trites seseorang harus menyembelih seekor sapi atau lembu. Karenanya tidak heran bila trites disebut-sebut sebagai makanan raja.
Masyarakat biasa baru memiliki kesempatan mencicipi trites saat-saat tertentu. Misalnya ketika pesta kerja tahun (selesai musim tanam) berlangsung. Pesta kerja tahun yang biasa disebut merdang merdem ini dulunya lazim digelar di masing-masing kampung.
Pada saat itulah berbagai kuliner tradisi Karo dihidangkan. Termasuk cimpa yang sudah sangat familiar itu. Saat ini, karena trites sudah semakin jarang dimasak, banyak generasi muda Karo yang sama sekali belum pernah mengkonsumsi trites.
Hal itu diakui Resi Tarigan, salah seorang dosen muda di Universitas Medan Area (UMA) kepada Medan Bisnis beberapa waktu lalu.
Perempuan kelahiran 1983 ini mengaku belum tentu sekali dalam setahun bisa mencicipi trites.
“Paling kalau tahun baru. Itu pun kalau keluarga besar kumpul. Kalau tidak, terpaksa harus menunggu pesta kerja tahun berlangsung, “kata pegiat travel di Wonderful Sumatera ini.
Menurutnya, sebagai masakan tradisional, trites harus lebih diperkenalkan kepada publik. Selain rasanya yang memang enak, kandungan gizinya juga tinggi.
“Paling tidak setiap orang Karo pernah merasakan trites yang unik lagi enak itu,” harap Resi.