Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pemerintah lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag), berencana menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras, yakni beras medium Rp 9.000/kg, kemudian beras kualitas premium seharga Rp 11.500/kg. Namun demikian, para pedagang beras seperti di Cipinang keberatan dengan standar harga tersebut.
Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid, mengungkapkan sebaikanya pemerintah mengguatkan kembali peran Perum Bulog untuk stabilisasi harga sebagaimana saat Orde Baru, ketimbang mengintervensi pasar secara langsung lewat HET.
"Ada Bulog dipakai, dikuatkan lagi seperti zaman Orde Baru. Ketika harga naik Bulog suruh gelontorin beras ke pasar. Naik lagi, gelontorin lagi. Bulog punya dana besar untuk simpan beras. KUD (Koperasi Unit Desa) juga dihidupkan lagi. Bukan pemerintah intervensi langsung, beras selama ini harganya stabil dibanding pangan lain," jelas Zulkifli, Rabu (16/8).
Zulkifli menuturkan, harga beras sendiri saat sebelum Reformasi sangat stabil berkat peran Bulog waktu itu. Beberapa kali pasar induk digelontorkan beras dalam jumlah besar saat ada kemungkinan musim paceklik.
"Kenapa zaman Orba aman dan beras itu enggak naik. Karena pemerintah percaya Bulog. Sama Presiden dikasih kekuasaan besar, seandainya harga mau naik, besar digelontorin ke pasar induk. Tak ada pedagang naikkan harga," ujar Zulkifli.
Zulkifli menuturkan, selama ini beras juga jadi salah satu komoditas yang dianggap sangat stabil dengan mekanisme pasar yang ada. Pemberlakuan HET justru bisa menimbulkan gejolak pada beras.
"Intervensi pemerintah kenapa kok jauh sekali. Beras dari dulu sampai sekarang stabil. Kemarin puasa dan Lebaran beras aman sekali, kenapa malah kemudian dipermasalahkan dengan bikin HET," kata Zulkifli. (dtf)