Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Selain kantor berita Antara, RRI, dan Domei yang ikut menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan RI adalah Arabian Press Board (APB). Meski berbau Arab, kantor berita ini sesungguhnya dikelola oleh para pemuda Indonesia.
"Kami khusus menyebarkan Proklamasi Kemerdekaan dalam bahasa Arab ke negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara," kata mantan wartawan APB Alwi Shahab, Rabu (16/8).
Kegigihan rakyat Indonesia berjuang melepaskan diri dari penjajahan Belanda dan Jepang dikemas sedemikian rupa menjadi warta yang dikonsumsi masyarakat dunia Islam di Timur Tengah. Juga mengabarkan bagaimana Belanda yang terus bersiasat ingin tetap bercokol di Indonesia dengan mendompleng tentara Sekutu.
Akhirnya pengakuan atas kedaulatan RI dari dunia internasional pertama kali didapat dari Mesir pada 27 Desember 1949, lalu diikuti oleh Palestina.
"Setelah proklamasi, Indonesia mulai dikenal di Timur Tengah. Mesir yang mengakui pertama kemerdekaan Indonesia. APB ini siaran pakai bahasa arab," tutur Alwi.
Kantor berita APB didirikan 15 hari setelah Proklamasi oleh M. Asad Shahab, M. Dzya Shahab dan Husein Alhabsyi. Dalam perjalanannya, berbagai teror dari NICA Belanda harus dialami para wartawan APB, bahkan ada yang dibunuh. Wartawan mereka tersebar menjadi berbagai tim di Jakarta, hingga negara-negara Arab.
Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya Vol. 9 No. 2 terbitan Oktober 2007 menulis bahwa masyarakat Arab dapat mengakses langsung informasi dan perjuangan dari Indonesia berkat kantor berita APB. Mereka menuliskan kehidupan sehari-hari masyarakt Indonesia di Yogyakarta pasca proklamasi.
"Situasi ibukota negara penuh dengan ketentraman dan kedamaian penduduknya dalam menunaikan tugas sehari-hari. Mereka selalu membuka telinga untuk memperoleh informasi dari dunia luar untuk memperoleh kemajuan," tulis jurnal itu.
Selain itu berkat pemberitaan APB, para aktivis di negara-negara Timur Tengah yang bersimpati terhadap perjuangan rakyat Indonesia ikut aktif menghambat kedatangan misi Belanda ke negara-negara Arab.
Salah satu yang digagalkan adalah misi Belanda pimpinan Muhammad Bin Abdullah Alamudi. Dia adalah pedagang yang banyak bergerak untuk kepentingan Belanda sehingga dijuluki 'Propagandis Belanda'. Alamudi semula datang untuk mengcounter perjuangan kemerdekaan dan diplomasi RI di negara-negara Arab.
Sebelum mengakui kedaulatan Indonesia secara formal, terjalin perjanjian persahabatan antara Mesir dengan Indonesia yang ditandatangani pada 10 Juni 1947. Hal ini sebagai tindak lanjut dari upaya diplomasi yang dilakukan Haji Agus Salim, AR Baswedan, Mr. Nazir Pamoentjak dan Rasjidi yang mengunjungi negeri itu pada 10 April 1947.
Kunjungan ini untuk mengcounter sepak terjang para diplomat Belanda di Mesir yang selalu menyebarkan opini bahwa Republik Indonesia yang baru berdiri merupakan hasil kolaborasi ekstrimis Republik dengan fasis Jepang. Pada pengujung 1945 pun beredar kabar Bung Karno dan Bung Hatta akan diadili sekutu sebagai penjahat perang. (dtc)