Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Terharu dan teriak sekeras-kerasnya. Begitu cerita Dayang Suriani ketika ia terpilih sebagai guru terbaik dunia yang sebelumnya bersaing dengan 20 ribu guru dari 179 negara pada ajang Internasional Global Teacher Prize atau GTP di Dubai.
Ia mengaku tak menyangka prestasi yang diemban dari acara yang dikemas oleh Unesco, United Kingdom dan United States of America serta kerja sama dengan Perserikatan Bangsa Bangsa ini bisa mengantarkannya sebagai Guru Terbaik Dunia.
Terlebih acara tersebut merupakan ajang penghargaan bagi guru berprestasi di dunia atau internasional yang tahun ini digelar di Dubai.
Guru kelahiran Balikpapan pada 9 Agustus 1974 ini pun mau berbagi cerita awal mula mendapatkan penghargaan itu. Proses panjang dan dedikasi yang selama ini ia jaga dalam mengemban amanah sebagai abdi masyarakat merupakan kunci keberhasilannya dalam meraih prestasi Guru Terbaik Dunia.
"Awal mulanya kita memang harus bekerja dengan ikhlas sebagai pengajar, berusaha menjadi orang yang menjadi inspirasi, ibu yang baik dan istri yang baik dan bagaimana dedikasi kita terhadap masyarakat itu bisa benar-benar terabadikan dalam karya. (Hal) Itu merupakan cikal-bakal mengapa dewan juri di Global Teacher Prize memilih saya menjadi 50 top guru terbaik di dunia," kata Dayang dalam keterangan tertulis dari Kemdikbud, Kamis (17/8/2017).
Dayang dan rekan-rekan guru saat perlombaan di Dubai (Dok. Kemdikbud)Dayang dan rekan-rekan guru saat perlombaan di Dubai (Dok. Kemdikbud)
Dayang mengatakan itu saat menghadiri acara Kemdikbud soal Pemilihan Tenaga Kependidikan Berprestasi Tahun 2017, di Jakarta, pada Rabu (16/8/2017).
Dayang menjadi salah satu sumber acara yang digagas oleh Kemdikbud dan sekaligus dianugerahi penghargaan oleh Kemdikbud. Acara yang dikemas dengan tema 'Tenaga Kependidikan Mulia karena Karya' diikuti tingkat kabupaten-kota seluruh provinsi di Indonesia serta dihadiri 330 peserta, baik itu kepala sekolah, guru dan tenaga laboratorium dari seluruh kabupaten-kota maupun guru dan tenaga ahli lainnya.
Dayang menambahkan, saat terpilih dalam 50 top dunia ia harus menyingkirkan 20 ribu guru di dunia yang bersaing melalui online yang disampaikan kepada penyelenggara acara tersebut. Berbekal landasan yang kuat dan berusaha menjadi guru yang paripurna serta mendidik dengan hati, pada akhirnya ia mewakili Indonesia pada ajang International Global Teacher Prize atau GTP di Dubai itu.
"Seperti yang saya bilang tadi, harus mampu menginspirasi murid sehingga melahirkan siswa-siswa yang berhasil, baik di tingkat lokal maupun provinsi dan nasional. Itu pulalah yang menjadi rekam jejak kita yang dilaporkan ke Global Teacher Prize. Latar belakang kita mendedikasikan seorang yang bisa menyentuh diberbagai aspek di dunia pendidikan. Nah sampai akhirnya bekal itu saya mengikuti Global Teacher Prize," kata guru SMAN 1 Balikpapan itu.
Keberhasilan yang ia peroleh itu, katanya berkat dukungan keluarga yang kuat. Bahkan, sebagai guru yang berprestasi ketika dalam keluarga juga tidak lupa dengan suami dan anak. Begitu juga seorang suami tidak lupa dengan istri. Artinya mampu memberikan pelayanan yang baik kepada keluarga apa pun yang diminta. Selain itu, sebagai abdi masyarakat maka seorang guru berprestasi harus mampu terjun di masyarakat dengan cara berbagi ilmu. Walaupun bukan dengan materi.
"Karena, pertanyaan para juri tidak lepas dari bagaimana peran seorang ibu terhadap keluarga selain memiliki kompetensi. Artinya, guru dituntut tidak lupa bagaimana sebagai ibu rumah tangga, begitu juga seorang guru laki-laki bagaimana peran dia sebagai kepala keluarga dalam rumah tangganya," tutur Dayang.
Nah setelah dalam banyaknya aplikasi itu, katanya, peserta diminta dewan juri untuk menjawab 10 pertanyaan yang luar biasa terkait posisi strategis yakni, guru, ibu dan abdi masyarakat.
"Ketika juri bertanya siapa dirimu, lalu kita mau jawab apa? Itu pertanyaan simple, tapi benar-benar punya makna yang tersirat di dalamnya. Yang kemudian kita kenalkan diri kita seperti itu, karena kita sudah menjawabnya dengan benar dan ikhlas, maka dengan mudah menjawabnya.
"Tapi kalau kita menjawab dengan berdasarkan teori, maka sudah dipastikan tidak akan lolos di Global Teacher, karena mereka membutuhkan live journey. Kalau kita bicara matematika, maka inilah matematika kehidupan sesungguhnya. Tidak pernah terukur dengan angka tapi dia terukur karena dedikasi yang nyata," ucap Dayang. (dtc)