Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Kebijakan proteksionisme sektor reasuransi nasional dalam bentuk Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), akan memperkuat perekonomian nasional.
Hal ini disampaikan Direktur Indonesia Re Frans Y. Sahusilawane untuk merespon kritik yang disampaikan komunitas industri asuransi Eropa terkait kebijakan retensi sendiri dan pembentukan perusahaan holding reasuransi Indonesia, Indonesia Re, seperti yang dilansir di Asia Insurance Review.
Komunitas industri Eropa berpandangan, melalui dua kebijakan tersebut, akan mengurangi kemungkinan diversifikasi suatu risiko, menekan potensi bisnis reasuransi di Indonesia, dan mempengaruhi negara-negara tetangga Indonesia untuk menerapkan kebijakan serupa.
"Wajar jika pemerintah suatu negara berupaya untuk melindungi dan berpihak kepada pelaku industri lokal," ujar Frans saat ditemui beberapa waktu lalu.
Kebijakan retensi sendiri merupakan kebijakan yang mengharuskan perusahaan asuransi, baik nasional maupun internasional, untuk menempatkan premi reasuransi minimal sebanyak 25 persen pada perusahaan reasuransi nasional.
Kebijakan ini mulai diterapkan pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) pada Januari 2016. Dalam POJK, perusahaan asuransi diwajibkan untuk menempatkan premi reasuransi pada perusahaan reasuransi lokal minimal sebesar 25 persen - sebelum kebijakan ini diberlakukan, tidak ada jumlah minimal premi reasuransi yang harus ditempatkan pada perusahaan reasuransi lokal.
Frans melanjutkan, kebijakan retensi reasuransi dalam negeri tak ada bedanya dengan kebijakan optimalisasi sektor industri yang lain guna memaksimalkan konten lokal dan meningkatkan daya saing.
"Kita lihat di industri otomotif harus menggunakan sejumlah spare part hingga tenaga kerja lokal. Apa produsen dari negara asalnya memprotes hal ini?" tegas Frans.
Frans menyayangkan adanya kritik tersebut karena pada dasarnya setiap negara berhak untuk melindungi para pelaku usaha lokal, bahkan di negara-negara maju.
Lebih lanjut, Frans memberikan apresiasi terhadap pemerintah Indonesia yang mengambil langkah visioner di bidang reasuransi dengan membentuk BUMN reasuransi, Indonesia Re, yang notabene merupakan hasil merger antara PT Reasuransi Internasional Indonesia (ReINDO) dengan PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) (Indonesia Re) pada 2016.
Ditemui di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Julian Noor mengatakan, pembentukan Indonesia Re adalah strategi pemerintah untuk meningkatkan kapasitas reasuransi dalam negeri dalam mengelola risiko, sehingga dapat menekan larinya premi ke luar negeri.
"Ini adalah cara pemerintah untuk menekan outgoing premium, yang pada akhirnya akan berdampak pada penguatan perekonomian nasional," ujar Julian.
Dengan hadirnya Indonesia Re, premi reasuransi yang lari ke luar negeri mampu dipangkas secara signifikan mulai dari 2013 sebesar USD 1,03 miliar hingga 2016 yang hanya menyisakan USD 639 juta. (ant)