Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pemerintah mengejar target seluruh tenaga kerja konstruksi yang ada di Indonesia sudah tersertifikasi hingga 2019 mendatang, sesuai amanat Undang-Undang (UU) Jasa Konstruksi yang telah diselesaikan tahun 2016. Disertifikasinya tenaga kerja konstruksi ini bertujuan agar pekerja memiliki pengakuan kompetensi kerja dan bisa bersaing dengan tenaga kerja asing menyusul masuknya era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, disertifikasinya tenaga kerja tersebut nantinya tak hanya untuk menjalankan kewajiban dari UU, namun juga untuk memastikan bahwa para pekerja konstruksi yang telah tersertifikasi akan mendapatkan pekerjaan. Selain itu, pendapatannya pun akan lebih tinggi dibanding tenaga kerja yang tidak disertifikasi.
"Saya melihat jangan cuma wajib saja tapi harus ada manfaatnya. Kalau pendapatannya sama dengan yang tidak bersertifikat, orang jadi malas mendapatkan sertifikat. Jadi pendidikan sertifikasi itu harus ada, benefitnya juga ada, kita coba dengan insentif," kata Basuki saat ditemui di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (21/8).
"Pendapatan yang bersertifikasi harus jauh lebih tinggi dari yang tidak disertifikasi. Saya dapat laporan awal, kalau gaji yang tidak bersertifikat itu gajinya 70 sampai 80% dari yang bersertifikat. Jadi kalau yang bersertifikat terima 100%, yang tidak hanya 70-80%," tambahnya.
Ketentuan ini sendiri kata dia akan diatur dalam Peraturan Menteri yang berlaku pada tahun 2018 nanti.
"Lagi disusun akan mulai kita berlakukan 2018, karena di luar 2018 yang konsultan kita sesuaikan semua sesuai dengan undang-undang dan aturan yang ada. Undang-undang nya kan Januari 2017, Permen PU nya Januari 2017 itu untuk konsultan, padahal itu semua kan udah kontrak semua, jadi enggak bisa disesuaikan dengan 2017," jelas Basuki.
Jadi semua tenaga kerja Indonesia sudah bersertifikat, tidak hanya untuk bekerja di dalam dan luar negeri. Kalau hanya wajib saja, pasti tidak ada gunanya. Karena orang yang sudah sertifikasi pasti dijamin jaminan mutunya. Dan itu akan berlaku pd kontrak2 2018.
Seperti diketahui, data statistik tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja konstruksi Indonesia hampir menembus angka 8 Juta Orang. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 10% yang memiliki sertifikat kompetensi kerja.
Artinya masih terdapat gap yang sangat besar antara tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat dan tidak bersertifikat, sehingga diperlukan percepatan sertifikasi terhadap tenaga kerja konstruksi. Pemerintah sendiri menargetkan sebanyak 500 ribu sertifikasi sepanjang tahun ini dengan pola kerja sama dengan BUMN dan swasta. (dtf)