Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Balige. Dahulu air terjun Siboruon kerap dikunjungi wisatawan lokal. Air terjun ini menjadi salah satu tujuan wisata bagi mereka yang berkunjung ke Balige, Sumatera Utara. Namun sejak sepuluh tahun terakhir, popularitas air terjun ini semakin menurun.
Tidak ada lagi pengunjung yang datang. Sekalipun di musim libur sekolah. Selain akses jalan yang rusak, dukungan publikasi juga tidak maksimal.
Hal itu diungkapkan seorang warga yang tinggal di Desa Siboruon, Bonar Siahaan kepada MedanBisnis belum lama ini. Bonar Siahaan ikut mengantarkan penulis langsung menuju lokasi air terjun ini.
Perjalanan kami mulai dari Kota Balige. Menurut Bonar, perlu kurang lebih 3 jam untuk sampai ke Desa Siboruon. Namun sebelum ke Desa Siboruon, kami sempat menyinggahi beberapa desa lain yang menyimpan potensi budaya dan alam.
Kami singgah di Tugu Somba Debata di Desa Dolok Na Jagar. Tugu ini adalah lambang persatuan marga Siahaan. Ia menjulang tinggi. Di atasnya tampak sepasang tangan yang memegang cawan. Tugu ini menjadi destinasi kami yang pertama.
Perjalanan kami selanjutnya sampai di Desa Sibuntuon. Di desa ini banyak sekali situs-situs budaya, berupa kubur batu yang berusia ratusan tahun. Salah satunya adalah kubur batu salah seorang nenek moyang marga Siahaan.
Situs ini disebut Batu Toguon Tuan Parluhutan Siahaan. Menurut Bonar Siahaan, salah seorang warga yang memandu kami, kubur batu ini masih asli. Mulanya, kubur batu ini ditemukan berada di lembah di rimbunan hutan, tidak jauh dari lokasi. Namun oleh warga, kubur batu ini kemudian dipindahkan dan ditata ulang, sehingga tampak eksotis. Tetapi batunya sendiri masih asli seperti sedia kala.
Selain Batu Toguan Tuan Parluhutan, di beberapa titik lain, tersebar banyak sekali kubur batu nenek moyang masyarakat setempat. Yang menarik, rata-rata makam, terutama yang terbilang baru, dihiasi sebentuk mahkota di bagian atas nisannya.
Menurut informasi, mahkota itu merupakan simbol seorang raja. Boleh jadi, karena memang istilah raja dalam falsafah Batak merupakan nilai yang tak melulu berkaitan dengan sebuah “kerajaan” tertentu. Namun lebih kepada ukuran perilaku seseorang semasa hidupnya.
Pernah Populer
Akhirnya kami sampai di gerbang Desa Siboruon Kecamatan Balige, Kabupaten Tobasa. Kami langsung dihadapkan pada landscape lembah-lembah pebukitan serta persawahan yang menawan.
Kami sempat menyapa beberapa penduduk yang sedang menyuci di tali air. Sebagai desa yang terletak di sudut-sudut pebukitan, irigasi di Desa Siboruon terbilang baik. Sepanjang sawah dialiri tali air yang sudah permanen. Tidak hanya untuk sawah, masyarakat juga memanfaatkan tali air itu untuk keperluan lain.
Air terjun Siboruon tidak bisa ditempuh dengan kendaraan apapun. Letaknya berada di dalam hutan. Karena itu, sebelum menjajaki pintu rimba, kami lebih dulu “ngasoh” di sebuah warung di desa itu.
Di sana, kami mendengar cerita-cerita langsung dari masyarakat, tentang keberadaan air terjun itu. Beberapa tahun lalu, air terjun itu sempat ramai dikunjungi. Bahkan pengunjung sampai harus stay di rumah penduduk. Sehingga keberadaan air terjun itu berdampak bagi perekonomian masyarakat.
Sayangnya, situasi itu tak berlangsung lama. Akibat kondisi jalan yang “tak ramah”, membuat pengunjung berpikir dua kali untuk datang lagi.
Memasuki hutan, kami harus menapaki jalan kecil dan melewati perladangan penduduk. Berbagai jenis tumbuhan kami jumpai di dalam hutan. Antara lain, aren, ingul, berbagai varietas jati, pakis-pakisan, kincong, serta jenis perdu. Kami mesti menapaki jalan kecil berliku yang biasa dilalui masyarakat, terutama para pengumpul nira.
Tanah yang selalu lembab dan berair menyababkan jalanan licin. Belum lagi tanjakan yang sepintas terlihat buntu.
Sepanjang jalan, kecipak air menghibur perjalanan kami. Tapi sayang, dalam perjalanan itu, kami tak menjumpai binatang endemik setempat. Hanya suara-suara serangga dan burung yang terdengar sahut-menyahut.
Bagi Bonar Siahaan sendiri, rute itu sudah biasa ia lalui. Maklum, boleh disebut ia adalah pemilik lokasi air terjun itu. Kesehariannya adalah memantau nira yang bertebaran di sekitar air terjun. Ia termasuk pengusaha nira terpopuler di desa itu.
Perjalanan kami menghabiskan waktu tempuh sekitar satu jam. Setelah melewati jalan berliku, sempit, licin serta curam, akhirnya kami tiba di kaki air terjun.
Air terjun Siboruon memang tidak segemuruh air terjun yang terkenal di Sumatera Utara, seperti Sipiso-piso maupun Sigura-gura. Ia memancar dan merembes di tebing-tebing batu cadas pebukitan. Keistimewaannya adalah pola rembesan yang dibentuknya. Airnya terpecik melebar membentuk seni instalasi alam yang anggun. Di areal air terjun, tampak batu-batu sungai yang besar-besar.
Kehadiran batu-batu besar itu, membentuk keindahan tersendiri. Hanya saja, air terjun itu kurang cocok digunakan untuk mandi, mengingat tidak terbentuk telaga di bawahnya, sebagaimana imajinasi kita akan sebuah air terjun.