Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pemerintah India baru-baru ini menaikkan bea masuk atas CPO Indonesia hingga 100%. Negara tersebut menaikkan bea masuk komoditas tersebut menjadi 15%, dari sebelumnya 7,5%.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono, mengharapkan pemerintah segera turun tangan melobi India sebagaimana yang tengah dilakukan Malaysia.
"Saya masih komunikasi, kapan mulai berlakunya, katanya mulai Agustus ini. Malaysia juga akan kena. Malaysia itu sekarang intens melakukan lobi. Pokoknya sudah ada semacam perjanjian bilateral Malaysia-India. Itu mestinya secara posisi tawar akan lebih bagus. Harusnya Indonesia mengeksplore itu," kata Joko ditemui di Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (29/8/2017).
"Karena saya beberapa kali ke sana, yang disorot selalu mengenai regulasi tentang export tax. Mungkin memang Indonesia dengan India harus melakukan pembicaraan intensif kerja sama bilateral. Harus mulai dibahas. Hari ini belum ada bilateral agreement antara Indonesia dengan India, dalam hal trade belum ada. Yang ada dengan ASEAN. Itu beda kalau itu," tambahnya.
Lanjut dia, pengenaan tarif bea masuk yang melonjak 100% itu tentunya akan membuat harga CPO Indonesia kurang kompetitif. Selain itu, hal itu juga sebenarnya merugikan konsumen di India, karena harga produk CPO akan ikut terimbas. Apalagi, ekspor minyak sawit Indonesia ke India setiap tahun mencapai 5 juta ton.
"Pasti, sudah pasti. Kita jadi makin tidak kompetitif. Karena dengan hitungan naik, yang sebenarnya rugi bukan hanya Indonesia, India sendiri juga rugi. Industri di sana, masyarakat di sana akan mendapatkan harga yang lebih tinggi juga. Jadi, konsumen di sana akan mendapatkan harga yang lebih tinggi at the end. Sebenarnya itu akan merugikan kedua belah pihak," ujar Joko.
Diungkapkannya, kenaikan tarif tersebut bisa jadi tak semata untuk memproteksi minyak nabati di negara itu. Namun meluas pada kepentingan dagang India untuk komoditas lainnya.
"Harusnya sih Indonesia mengeksplor itu. Sebenarnya kadang-kadang ada udang di balik batu. Mungkin sasarannya bukan mau menghambat sawit, mungkin. Justru dia ingin melakukan atau mengekspansi perdagangan di antara Indonesia dengan India. Bisa jadi. Pemerintah harus segera melakukan misi untuk mengeksplor itu, sehingga bisa diketahui akar masalah sebenarnya itu apa," pungkas Joko.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan India mengumumkan kenaikan tarif bea masuk CPO menjadi 15%. Pajak impor minyak kelapa sawit olahan juga meningkat menjadi 17,5% dan 25% dari sebelumnya 12,5% serta 15%.
Komoditas sejenis lain yang terkena peningkatan pajak impor yakni minyak kedelai. Sementara bea masuk minyak nabati lainnya masih tetap di level 12,5% untuk minyak mentah dan 20% untuk minyak nabati olahan. (dtf)