Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Tapteng. Sejarah mencatat penyebaran Islam di nusantara pertama kali ada di Sumatera Utara, tepatnya di Barus, Tapanuli Tengah. Jejak Islam sudah ditemukan sejak abad ke-6 Masehi.
Jika merujuk pada kelahiran Nabi Muhammad SAW pada abad ke-5 M, berarti usia Islam di Barus kurang lebih 3 generasi sejak Islam diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Berbagai literatur tentang sejarah perkembangan Islam, khususnya di Sumatera, kata “Barus”, dengan banyak istilah dan penyebutannya, sering disebut-sebut. Antara lain, dalam buku “Sejarah Raja-Raja Barus" karangan Jane Drakard, Begitu juga dalam “The History of Sumatera” karya William Marsden (1754-1836) yang diterbitkan tahun 1784.
Bahkan kehidupan masyarakat hibriditas Islam di Barus juga pernah dilaporkan Marcopolo, yang sempat menyinggahi Barus pada abad ke-12. Barus juga tercatat dalam literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan lainnya pada awal abad Masehi.
Tidak heran, Barus merupakan gerbang utama yang menghubungkan dunia luar menuju Sumatera melalui pesisir pantai barat, sejak abad 1 – 17 M. Kala itu, Barus mashyur karena kekayaan alamnya yang luar biasa, terutama hasil-hasil hutan, antara lain kapur barus dan kemenyan.
Posisinya yang strategis membuat Barus tumbuh menjadi bandar perdagangan internasional. Banyak pedagang dari berbagai belahan dunia yang datang ke tempat ini. Antara lain yang berasal dari India, Italia, Arab, China, Mesir serta hampir semua pedagang se-nusantara pernah bertransaksi di Barus. Barus tumbuh sebagai pelabuhan tersibuk.
Tidak hanya dinamika ekonomi, juga aktivitas politik, sosial kebudayaan serta agama. Hal itu dipertegas Direktur Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Sumatera, Jhon Fawer.
Dijelaskan Jhon Fawer, dari buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, diketahui Barus adalah pintu masuknya agama Islam di nusantara sekitar abad ke-6-7 Masehi. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus.
Di makam itu tertulis bahwa Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi dan terdapat pula makam Syaikh Ushuluddin yang panjangnya kira-kira 7 meter. “Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas muslim di Barus sudah ada pada era itu,” kata alumnus sejarah dari Unimed ini.
44 Aulia
Seperti disibut di atas, jejak Islam sudah sangat kental di Barus sejak abad ke-6. Tak heran jika, Islam menjadi agama mayoritas masyarakat Barus sampai sekarang ini.
Selain itu, masih banyak pertinggal berupa artefak sejarah yang bernuansa Islami di kota yang masuk dalam wilayah administrasi Tapanuli Tengah ini. Di antaranya berupa kubur batu 44 aulia yang terkenal itu. Aulia adalah penyebutan penyebar agama Islam di Sumatera. Di Jawa disebut wali.
Makam 44 aulia tersebar di sejumlah tempat, antara lain, di Desa Patu Pangan, Papan Tinggi dan di Desa Dakka. Di Desa Patu Pangan, tepatnya di simpang tiga menuju Barus kota-Sibolga, terdapat makam Tuan Ibrahim Syah. yang menurut buku “Sejarah Raja-Raja Baru” karangan Jane Drakard, disebut juga Tuan Syekh Batu Badan. Batu nisannya dihiasi kaligrafi bernuansa Arab.
Beberapa pendapat menyebut bahwa Tuan Ibrahim Syah adalah salah seorang murid dari Syekh Mahmud (dianggap pelopor 44 aulia) yang makamnya ada di Papan Tinggi.
Beberapa nama lain yang terdata dari ke 44 aulia itu, adalah; Syekh Rukunuddin, Tuanku Batu Badan, Tuanku Ambar, Tuan Kepala Ujung, Tuan Sirampak, Tuan Tembang, Tuanku Kayu Manang, Tuanku Makhdum, Syekh Zainal Abidin Ilyas, Syekh Ahmad Khatib Sidik, dan makam Imam Mua'azhansyah. Selanjutnya makam Imam Chatib Miktibai, Tuanku Pinago, Tuanku Sultan Ibrahim bin Tuanku Sultan Muhammadsyah Chaniago, dan makam Tuanku Digaung.
Siapakah Tuan Ibrahim Syah, yang oleh masyarakat disebut sebagai salah seorang dari 44 aulia itu?
Menurut Kronik Hilir, yang menjadi salah satu sumber data buku “Sejarah Raja-raja Barus” itu, Tuan Ibrahim Syah adalah pembuka kerajaan sekaligus raja pertama serta pelopor agama Islam di Barus. Ia adalah seorang pangeran yang berasal dari Kerajaan Tarusan, yang terletak di pesisir Sumatera Barat.
Tapi ada juga versi yang menyebut ia berasal dari Kerajaan Melayu Inderapura. Ia menjadi raja pertama di Barus dan merupakan salah satu raja paling berpengaruh di zamannya.
Menurut Jhon Fawer, mengutip Jane Drakad, Tuan Ibrahim berperan besar dalam siar Islam. Dalam pengembaraannya, sebelum menjadi raja di Barus Hilir, ia mengenalkan Islam itu tidak hanya sampai ke hulu Barus, tetapi juga di beberapa wilayah di luar Barus, yang didiami bangsa Batak. Tuan Ibrahim berhasil menjalin relasi sosial dengan raja-raja setempat.
Bisa dikatakan, di masa Tuan Ibrahim Syah inilah Kerajaan Barus mulai tumbuh dan kemudian berkembang menjadi imperium Sumatera dengan nafas keislamannya yang kental.