Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan FH UI (Mappi FHUI) mengusukan agar ada hukuman lain bagi pelaku kejahatan seksual selain hukuman pidana. Hukuman lain tersebut adalah pencabutan BPJS, menaikkan pajak, atau pencabutan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Ombudsman RI tidak setuju dengan usulan tersebut. Menurut mereka, sistem pemidanaan yang ada sekarang adalah bentuk sistem koreksi pada pelaku sekaligus memberukan efek jera.
"Tidak setuju (kalau hanya pencabutan BPJS). Pemidanaan dalam konsep Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah upaya corectional system, termasuk untuk kasus kekerasan seksual. Ini bagian penting untuk memberikan efek jera, sekaligus pendidikan bagi pelaku," ujar komisioner Ombudsman, Ninik Rahayu, Jumat (15/9).
Ninik, yang juga mantan Komisioner Perempuan itu mengakui bila sampai saat ini sistem pemidanaan di Indonesia belum berjalan baik. Termasuk dalam perbaikan perilaku kekerasan seksual. Namun tetap saja, menurutnya bila sanksinya hanya berorientasi ekonomi tanpa adanya pemberian efek jera, tidak akan menyelesaikan masalah.
"Tapi pelaku kekerasan seksual tidak cukup akan mendapat efek jera dan tdk melakukan keberulangan, jika hanya dengan mencabut BPJS atau kartu sehat dan kartu pintar. Pendekatan penghukuman yang berorientasi pada ekonomi tidak akan menyelesaikan masalah. Harus ada upaya penguatan kapasitas bagi pelaku cara menghargai martabat kemanusiaan, kepada pelaku, keluarga pelaku," tegasnya.
Rehabilitasi, itulah yang menjadi saran dari Ninik. Dia mengatakan rehabilitasi juga tidak harus dengan pemenjaraan.
"Tapi sistem pendidikan yang tetap membatasi ruang gerak napi sampai dinyatakan sembuh," ucapnya.
Terahir dia mengatakan bila penyelesaian kekerasan seksual tidak boleh hanya berorientasi pada pelaku saja dan melupakan korban. Korban pun harus direhabilitasi dan dipulihkan kondisinya.
"Maka konsep restorative justive yang prinsipnya dapat mempertemukan korban dan pelaku untuk kembali martabat kemanusiaannya dapat menjadi alternatif," tutupnya.(dtc)