Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Malangnya nasib satwa yang menjadi kebanggaan dan ikon negeri ini. Massifnya perburuan dan perdagangan orangutan Sumatra menjadi potret buruk upaya perlindungan satwa dilindungi tersebut. Setiap tahun, sekitar 60 individu orangutan dievakuasi dari pemeliharaan dan terjebak di perkebunan.
Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Center (YOSL-OIC), Panut Hadisiswoyo mengatakan itu kepada medanbisnisdaily.com saat konferensi pers terkait evakuasi orangutan sumatera dari pemeliharaan oknum anggota Brimob di Aceh Timur, di Medan, Senin (18/9/2017).
Dikatakannya, yang lebih parahnya adalah dari sekian banyak kasus pemeliharaan orangutan Sumatra, justru dilakukan oleh orang-orang yang terdidik, mulai dari mahasiswa, dosen, PNS, aparat militer maupun anggota DPR.
"Ini lah yang menyedihkan, masih ada pemikiran memelihara satwa dilindungi, khususnya orangutan ini sebagai kebanggaan," katanya.
Dikatakannya, banyaknya pemeliharaan ini juga mengindikasikan masih tingginya perburuan dan perdagangan orangutan Sumatra. Upaya yang harus dilakukan salah satunya dengan penegakan hukum. Masalahnya, dari 60-an kasus evakuasi dari pemeliharaan belum ada yang dibawa sampai ke ranah hukum.
Padahal, jika penegakan hukum berjalan diharapkan dapat memberikan efek jera. Persoalan lainnya adalah bahwa pelaku kejahatan satwa juga masih dihukum dengan hukuman ringan.
"Ada juga hakim yang sampai menanyakan, kenapa rupanya memelihara orangutan dan kenapa harus dihukum berat di mana ruginya," katanya sambil tersenyum kecut.
Dia memprediksi, jumlah populasi orangutan Sumatera yang diperkirakan tersisa 14.000 individu terus mengalami penurunan akibat tingginya perburuan dan perdagangan ilegal.
"Harapannya, misalnya dari sisi Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem hukuman pidananya harus diperberat, dari 5 tahun jadi 20 tahun," jelasnya.