Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Solo. Penggunaan media sosial berlebihan dan tidak bertanggungjawab dinilai akan semakin mengancam kebhinnekaan bangsa. Salah satu yang dianjurkan adalah kembali melakukan silaturahmi darat atau perjumpaan sehingga bisa mengendorkan berbagai ketegangan dan memotong penyebaran hoax.
Hal tersebut mencuat dalam diskusi bertema merajut kebhinnekaan dalam bingkai NKRI ' di Gedung Graha Bakorwil, Surakarta di Jalan Slamet Riyadi, Solo, (26/9/2017).
Rois Syuriah PCNU Sukoharjo yang juga dosen IAIN Surakarta, Abdullah Faishol, mengatakan perjumpaan akan kembali mempertemukan manusia dari berbagai ketegangan. Dengan silaturahmi atau perjumpaan langsung, banyak persoalan dalam benak akan luruh karena ada unsur rasa dan mengedepankan kemanusiaan.
Hal serupa juga ditekankan oleh tokoh muda Muhammadiyah Solo, Dedy Purnomo. Menurut Dedy, desain-desain yang dirancang oleh kelompok-kelompok kepentingan melalui media sosial, sudah sangat mengkhawatirkan. Desain isu itu biasanya menghalalkan segala cara dan cenderung merusak kebhinnekaan.
"Kurang adanya tabayyun (klarifikasi) sehingga generasi muda saat ini mudah terpancing berita-berita memprovokasi yang muncul akibat perkembangan teknologi. Semua beradu cepat melakukan share informasi tanpa konfirmasi, yang dia sendiri sebenarnya belum tahu kebenarannya," kata Dedy.
Korwil KNPI Surakarta, Jaka Wuryanta, juga memberikan gambaran serupa. Dampak teknologi informasi yang sedemikian pesat telah menyatukan sekat-sekat masyarakat. Bahkan kadang masyarakat berbuat melebihi proposinya hanya karena terpancing informasi-informasi dari medsos yang tidak bertanggung jawab."Kadang situasinya menjadi sangat aneh. Orang-orang di daerah mereaksi berlebihan sebuah peristiwa di Jakarta hanya karena terpancing informasi yang belum tentu benar tentang Pilkada di Jakarta. Padahal Pilkada itu pun juga bukan urusannya, tidak ada hak pilih bagi mereka," tegas Jaka. (dtc)