Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. KPK berhasil memproses kejahatan yang dilakukan M Nazaruddin, Fuad Amin dan Djoko Susilo hingga tingkat kasasi. Ketiganya terseret kasus korupsi dan pencucian uang dalam jumlah fantastis, di atas Rp 100 miliar.
Berdasarkan catatan, Rabu (27/9), ketiganya memiliki beberapa persamaan. Pertama, ketiganya mengkorupsi uang rakyat dan setelahnya dicuci menjadi uang legal. M Nazaruddin mengkorupsi APBN yang dikucurkan ke sektor pendidikan dan olahraga.
Adapun Fuad Amin mengkorupsi uang APBD Kabupaten Bangkalan 2003-2013 di atas Rp 300 miliar. Sedangkan Djoko mengkorupsi anggaran dana APBN untuk pembelian simulator SIM sebesar Rp 32 miliar.
Persamaan lainnya, selalu ada peran pihak ketiga dalam kasus tersebut, seperti istri, sopir atau kerabat dekat. Istri Nazarudin, Neneng Sri Wahyuni ikut proyek dengan 'pengaruh' suaminya. Atas hal itu, Neneng dihukum 6 tahun.
Adapun istri Fuad Amin, Siti Masnuri dan istri Djoko Susilo, Mahdiana dan Dipta kerap disebut di persidangan. Nama-nama istri mereka disebut para saksi dipakai untuk mengalihkan hasil kejahatan suaminya menjadi properti dan tanah.
Persamaan ketiga, uang hasil korupsi dicuci menjadi uang legal dalam bentuk properti/tanah. Nazaruddin membeli rumah di Pejaten dan gedung perkantoran di kawasan Buncit, Jakarta Selatan. Gedung perkantoran senilai Rp 24 miliar itu telah dieksekusi KPK dan kini dikelola Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Adapun Fuad Amin mencuci ke banyak sektor properti, sedikitnya 10 apartemen, 97 bidang lahan juga rumah. Begitul pula Djoko Susilo yang membeli banyak rumah dan tanah di berbagai daerah.
Keempat, baik Nazaruddin, Fuad Amin dan Djoko Susilo tidak bisa membuktikan asal-usul hartanya secara legal. KPK menerapkan pembuktian terbalik yang membuat ketiganya tak berkutik. Dalih usaha yang dijadikan asalan ketiganya ditampik pengadilan sehingga seluruh hartanya dirampas negara karena didapat dari hasil kejahatan.
"Sesuai ketentuan Pasal 77 dan Pasal 78 UU Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 35 UU Nomor 15 Tahun 2002 juncto UU 25 Tahun 2003 menyatakan bahwa Terdakwa wajib membuktikan harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana, sesuai dengan fakta hukum. Namun ternyata dalam perkara a quo, di persidangan Terdakwa tidak dapat membuktikan menurut hukum bahwa harta kekayaannya yang telah disita oleh Penyidik KPK dan dijadikan barang bukti dalam perkara a quo bukan merupakan hasil tindak pidana, sehingga sesuai ketentuan Pasal 39 ayat 1 huruf a, Pasal 194 ayat 1, dan Pasal 197 ayat 1 huruf i KUHAP, barang-barang bukti yang telah disita dirampas untuk kepentingan negara," ujar ketua majelis perkara Fuad Amin yaitu Salman Luthan, MS Lumme dan Krisna Harahap.
Adapun perbedaannya, aset Nazaruddin yang dirampas sebesar Rp 555 miliar, aset Fuad Amin sebesar Rp 414 miliar dan Djoko Susilo sebesar Rp 200-an miliar. Atas kejahatannya, Nazaruddin dihukum 13 tahun penjara (7 tahun kasus korupsi dan 6 tahun kasus pencucian uang), Fuad Amin dihukum 13 tahun penjara dan Djoko Susilo 18 tahun penjara. (dtc)