Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melayangkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno terkait dengan kekhawatiran soal utang dari PT PLN (Persero) yang bisa memicu risiko keuangan negara.
Kekhawatiran tersebut bersumber dari besarnya kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman Perseroan namun tidak didukung oleh pertumbuhan kas bersih operasi.
Direktur Utama PLN, Sofyan Basir mengatakan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan perihal isi dari surat tersebut. Menurutnya, semua yang diingatkan dalam surat tersebut adalah wajar dan tak mencerminkan kekhawatiran.
"Sebenarnya hal-hal tersebut yang disampaikan bu Menteri itu tiap tahun, beliau lisan aja. Pak Sofyan jangan lupa ya akhir Desember. Amankan. Ohh aman, ya selesai," katanya saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
"Tapi kebetulan surat itu keluar, ya saya bilang, itu seperti orang buta pegang gajah. Kalau saya yang pegang itu surat, ya tidak ada masalah. Likuiditas kami cukup, kemampuan kami cukup, solvabilitas kami berlebih dan pinjaman dari world bank itu hanya kira-kira Rp 10 triliun dari Rp 300 triliun total pinjaman yang dilaksanakan oleh PLN," lanjut dia.
Baca juga: Kenapa Sri Mulyani Sangat Was-was dengan Utang PLN?
Sofyan menjelaskan, pihaknya selalu mengontrol dan mengawasi setiap arus keuangan yang ada pada perusahaan. Dengan singkat, Sofyan meyakinkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai keuangan perusahaan.
"Hanya karena surat itu keluar, awam tidak memahami itu. Tapi kami ini kan bankir. Kami tahu ketentuan, kami tahu aturan main. Insya Allah tidak ada masalah. Tidak ada masalah sama sekali," jelasnya.
Kebutuhan pendanaan melalui pinjaman sendiri diutamakan untuk dipenuhi dari lembaga multilateral development bank guna mendapatkan biaya dana atau cost of fund lebih murah dan penarikan pinjaman yang disesuaikan dengan progres kemajuan proyek.
"PLN perusahaan di republik ini yang terbesar equiti-nya, Rp 900 triliun. Asetnya Rp 1.300 triliun, equity-nya Rp 900 triliun. Bayangkan. Jadi kami tidak butuh modal. Untuk perjalanan proyek, kami butuh pinjaman. Untuk pinjam, butuh self financing. Self financing-nya apa? Equity. Back-upnya adalah modal. Jadi kami tidak punya kendala," tutupnya.(dtf)