Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Go-Jek dan Grab saling bersaing ketat untuk menyediakan layanan pemesanan kendaraan lewat aplikasi. Tak sampai disitu, persaingan juga terjadi di level investor.
Dari sisi investor itu, kedua perusahaan sama-sama baru dikucuri dana segar dalam beberapa bulan terakhir.
Pada Juli kemarin, Grab mengumumkan telah mendapatkan dana dari perusahaan ride sharing asal China, Didi Chuxing dan perusahaan teknologi asal Jepang, Softbank.
Keduanya mengucurkan investasi sebesar USD 2 miliar (Rp 26,6 triliun), di mana diproyeksikan pendanaan itu bisa ditambah USD 500 juta (Rp 6,6 triliun). Sehingga total pendanaan ke kantong Grab mencapai USD 2,5 miliar (Rp 33,2 triliun).
"Dengan dukungan Didi dan Softbank, Grab akan memimpin ride sharing dan membuat GrabPay menjadi pilihan solusi pembayaran untuk Asia Tenggara," sebut Anthony Tan, pendiri dan CEO Grab.
Grab yang kantor pusatnya berbasis di Singapura bersaing ketat dengan Uber di Asia Tenggara dan khusus Indonesia, juga melawan Go-Jek. Grab juga baru membajak Ongki Kurniawan dari Line untuk mengisi pos Managing Director GrabPay di Indonesia.
Kucuran dana Go-Jek
Sedangkan, Go-Jek tak kalah menariknya. Pada bulan Mei 2017, perusahaan yang punya slogan "Karya Anak Bangsa" ini dilaporkan mendapat dana USD 1,2 miliar (Rp 16 triliun) dari perusahaan raksasa China, yakni Tencent. Hal itu meningkatkan valuasi perusahaan melonjak sampai USD 3 miliar (Rp 40 triliun).
Selama kabar mengenai suntikan dari Tencent tersebut tak lantas dibantah ataupun diumumkan secara gamblang oleh Go-Jek. Namun belakangan ini, Go-Jek telah terbuka dan mengakui dana investasi dari Tencent dan JD.com.
Begitu yang disampaikan oleh Chief Commercial Officer Go-Jek Antoine de Carbonnel pada pertengahan September. Disayangkan, mengenai seberapa persisnya besar jumlah pedanaan itu tak disebutkan oleh Carbonnel. Tapi agaknya sesuai kabar yang telah beredar.
Tampaknya pedanaan ini meningkatkan rasa percaya diri Go-Jek untuk saatnya ekspansi layanan ke kancah internasional. Selama bertahun-tahun, Go-Jek fokus di kandang. Soal negara yang akan disasarnya, Go-Jek menyasar negara yang memiliki populasi besar dan infrastruktur teknologinya belum terlalu berkembang.
"Saya pikir kami telah membuat model sebuah platform yang bekerja di ekonomi yang sedang berkembang, di mana infrastrukturnya tidak terlalu bagus. Ada kemungkinan besar kita akan memanfaatkan seluruh potensi sehingga saat masuk bisa memanfaatkan seluruh senjata kita," tutur Nadiem dikutip dari Straits Times, Rabu (4/10). (dtn)