Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Para pemangku kepentingan di industri sawit di Indonesia perlu membuka diri melalui berbagai forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah, terkait isu ketenagakerjaan. Sebab, isu ketenagakerjaan ini bisa dijadikan untuk kepentingan nasional maupun di tingkat regional.
Dari surat elektronik yang diterima medanbisnisdaily.com, Selasa (10/10/2017) malam, saran soal ketenagekerjaan ini disampaikan oleh Alette Van Leur selaku Director Sector pada International Labour Organization (ILO) dalam acara Palm oil multistakeholder Dialogue di Jakarta, Selasa (10/10/2017) siang.
Dialog yang bertema "Toward decent work for all in Indonesia”s palm oil sector" tersebut merupakan kegiatan yang diinisiasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bersama ILO.
Jurubicara GAPKI Tofan Mahdi tampil sebagai moderator sekaligus sebagai salahsatu pengarah dalam acara tersebut. Kemudian, Direktur RSPO (Roundtable Suistenable Palm Oil) Indonesia Tiur Rumondang Simangunsong, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Kementerian Ketenagakerjaan Sugeng Priyanto, dan Ketua Sekretariat ISPO Aziz Hidayat juga tampil sebagai pembicara dalam acara ini.
Sebagai informasi, ILO adalah sebuah badan yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). ILO berkedudukan di Genewa, Swiss. Alette Van Leur berharap proses elaborasi isu-isu ketenagakerjaan melalui berbagai forum serta peningkatan kerjasama tripartit akan mendorong kompetensi tenaga kerja industri sawit di Indonesia.
Alette mengakui bahwa masa depan ekonomi Indonesia ada di sektor sawit. Karena itu tak heran kalau tata kelola ketenagakerjaan yang baik akan menjamin keberlanjutan industri sawit yang menyerap 6 juta tenaga kerja di Indonesia.
“Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, standar tenaga kerja di Indonesia ke depan bisa menjadi benchmark Internasional mengingat Indonesia dan Malaysia merupakan produsen terbesar yang memasok lebih dari 90% minyak sawit dunia,” kata Alette Van Leur.
Alette Van Leur menyatakan ILO siap mendukung langkah-langkah para pemangku kepentingan industri sawit dalam merumuskan kebijaksanaan dan program untuk memperbaiki lapangan pekerjaan dan kehidupan para pekerja. Ia berharap berbagai isu ketenaga kerjaan yang dikaitkan dengan pekerja anak serta isu HAM bisa cepat diselesaikan.
“Budaya masyarakat Indonesia yang kerap membawa anak ke kebun dikaitkan dengan isu seolah-olah terjadi eksploitasi tenaga kerja anak perlu diklarifikasi agar tidak terjadi mispersepsi di dunia internasional. Pemerintah juga perlu membantu memberi pemahaman agar masalah itu tidak berkepanjangan,” kata Alette.
Jurubicara GAPKI Tofan Mahdi memberikan persfektif yang sama dengan Alette van Leur. Tofah mengatakan GAPKI mendukung upaya dialog yang digagas bersama antara pelaku usaha sawit dengan berbagai lembaga internasional di bawah naungan PBB seperti ILO.
Namun Tofan mengingatkan agar setiap dialog yang digelar harus berangkat dari semangat yang sama, yakni membangun sektor perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
"Jangan, jika ada satu kasus terkait ketenagekerjaan, hal itu langsung digeneralisir bahwa semua perkebunan sawit seperti itu. Saya tidak percaya dan memang tidak ada seperti laporan Amnesty Internasional maupun ILO yang menyebutkan ada pekerja anak di perkebunan kelapa sawit dan isu-isu lain yang mendiskreditkan," tegas Tofan Mahdi.