Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Suhardi Somomoeljono, pengacara sebelas tersangka kasus kericuhan di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Mendagri Tjahjo Kumolo mencabut laporan di kepolisian. Katanya, sebagian besar dari tersangka merupakan mahasiswa.
"Untuk mengakhiri persoalan ini, saya meminta pemerintah khususnya Mendagri dicabut sajalah laporan dari anak-anak ini yang sebagian mahasiswa banyak yang tidak mengerti," kata Suhardi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (16/10/2017).
Kuasa hukum juga telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan atas sebelas tersangka dengan penjamin Staf Khusus Kepresidenan Riyan Sumindar. Surat permohonan tersebut telah diberikan oleh pengacara yang didampingi Wati Kagoya selaku pimpinan LSM Barisan Merah Putih Tolikara, ke penyidik Polda Metro Jaya.
"Atas dasar itu, merasa ini lebih bagus Mendagri mencabut aduannya, sehingga tersangka bisa kuliah, yang kerja bisa kerja, menurut saya sangat menusiawi kalau tersangka ini segera diselesaikan, ditangguhkan dan dicabut laporannya," terangnya.
Suhardi juga meminta pemerintah terbuka matanya dengan persoalan tersebut. Kericuhan di kantor Kemendagri hanya merupakan ekses dari buruknya Pilkada di Provinsi Papua, khususnya di Kabupaten Tolikara.
Suhardi menyampaikan, kedatangan LSM tersebut ke Kemendagri hanya untuk meminta penjelasan dari pihak Kemendagri terkait sengketa Pilkada di Kabupaten Papua. Untuk diketahui, LSM Barisan Merah Putih Tolikara merupakan pendukung dari calon bupati yang kalah di MK, John Tabo.
"Selama 3 bulan berhadapan, kemudian tidak ada penjelasan yang tertulis dari pemerintah terkait, ini timbul penafsiran yang kemana-mana. Inilah akibatnya terjadi kerusuhan yang menurut pendapat saya tidak disengaja," lanjutnya.
Sementara Wati Kagoya menjelaskan ihwal kericuhan tersebut. Ia mengatakan, dirinya bersama sekelompok massa sudah tiga bulan di Kemendagri untuk meminta penjelasan terkait persoalan Pilkada di Kabupaten Tolikara.
Rabu (11/10) lalu, Wati tadinya hendak menemui Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono atas atensi langsung dari Mendagri Tjahjo Kumolo. Sekitar pukul 14.00 WIB, Wati sempat keluar dahulu untuk mencari makan.
"Saya keluar dulu sebentar karena ada cari makan. Kemudian dari sekuriti minta panggil (ke anggota LSM), 'mamak cepat karena ini sudah jam dua', akhirnya saya datang cepat, masuk ke situ terus saya datang di ruangan yang disiapkan," kata Wati.
Namun, sesampainya di sana, Wati tidak bertemu dengan Sumarsono. "Saya tanya mana Pak Dirjen Otda, (dibilang oleh staf) 'bapak (Dirjen Otda) lagi sibuk kami yang layani'," katanya.
Wati pun akhirnya keluar dan menemui massanya. Wati kemudian menyampaikan kondisi yang terjadi di dalam ruangan yang membuat massa kecewa.
"Saya bilang minta maaf anak-anak, besok sudah, karena mamak ini diminta ketemu Dirjen Otda bukan siapa-siapa, ini menteri yang perintah. Jadi saya harus ketemu Dirjen Otda supaya masalah Papua clear," lanjut Wati.
Saat Wari hendak keluar, dirinya dipanggil oleh staf Kemendagri dan dipaksa untuk masuk. Wati menolaknya, karena ia hanya ingin bertemu dengan Mendagri.
"Saya bilang 'oh tidak, jangan begitu karena mamak sudah tiga bulan ada di sini dengan banyak masyarakat. kasihan kita siang malam kita pulang, kita harus ketemu Dirjen Otda'. Anak-anak mau bicara apa sama mamak, tidak bisa ini harus ketemuinnya Dirjen Otda. Atasannya, Pak Menteri yang katakan harus ketemu Dirjen Otda," sambungnya.
Saat itu, Wati mengaku ditarik-tarik masuk ke dalam ruangan oleh Staf Kemendagri, sehingga membuat massa marah. Tidak lama massa datang dan melakukan kericuhan. (dtc)