Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan melalui Komisi Hukum dan Perundang-Undangan
MUI Kota Medan sosialisasi tugas nazhir sesusi Undang-undang (UU) tentang Wakaf. Sebab, nazir menempati pada pos yang sangat sentral dalam pola pengelolaan harta wakaf.
Hal ini dikatakan Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI Kota Medan, Ahmad Zuhri sebagai narasumber dalam Sosialisasi UU Wakaf, di aula kantor MUI Kota Medan, Kamis (19/10/2017).
Dengan narasumber lainnya, Kabid Penais, Zakat dan Wakaf Kanwil Kemenagsu, Jaharuddin, dan Kabag Agama dan Pendidikan Pemko Medan, Ilyas Halim.
Hadir dalam acara pengurus nazir di Kota Medan dan Sekretaris pengurus Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Kota Medan, Legimin Syukri serta anggota Agus Salim, Chairul Zen dan Suriono.
Dalam materinya Fungsi dan Tugas Nazhir menurut UU Wakaf, Zuhri memaparkan, siapapun dapat menjadi nazir sepanjang bisa melakukan tindakan hukum. Tetapi, karena tugas nazir menyangkut harta benda yang manfaatnya harus disampaikan pada pihak yang berhak menerimanya, jabatan nazir harus diberikan kepada orang yang memang mampu menjalankan tugas itu.
"Nazir menurut UU ada tiga macam, yakni perseorangan, organisasi dan berbadan hukum. Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 pasal 10 ayat (1) tentang Wakaf, nazir perorangan sudah diatur untuk syarat-syaratnya," kata Zuhri.
Untuk tugas nazir sendiri, lanjutnya, berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya.
Sebagai pelaksan hukum, nazir memiliki tugas-tugas atau kewajiban dan hak. Sedangkan menurut UU melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf serta melaporkan pelaksaan tugas kepada badan wakaf Indonesia.
"Untuk hak nazir berhak mendapat imbalan, upah atau bagian maksimal 10% dari keuntungan atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. Serta juga berhak mendapat pembinaan dari menteri yang menangani wakaf dan badan wakaf Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara baik dan benar," ucapnya.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006, ketentuan umum yang berkaitan dengan nazir, harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama nazir untuk kepentingan pendayagunaan wakaf sebagaimana yang tercatat dalam akta ikrar wakaf sesuai dengan peruntukannya.
Pendaftaran harta benda wakaf atas nama nazir tidak membuktikan kepemilikan nazir atas harta benda wakaf.
"Ketentuan nazir badan hukum pada umumnya sama dengan ketentuan nazir organisasi dan wajib didaftarkan pada Menteri agama dan BWI melalui KUA setempat dan nadzir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan," katanya.