Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Peringkat kemudahan berinvestasi atau ease of doing business (EODB) Indonesia naik dari 91 ke 72. Artinya ada kemudahan berinvestasi dari segi perizinan di Indonesia.
Akan tetapi angka ini masih jauh dari target Presiden Joko Widodo (Jokowi) di level 40. Sebelumnya, peringkat kemudahan investasi Indonesia berada di level 109 dan terakhir naik ke peringkat 91.
"Indonesia mempercepat laju reformasi dalam beberapa tahun terakhir dan upaya ini memberikan hasil. Kami memuji tekad pemerintah memperbaiki iklim usaha di Indonesia," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo A. Chaves di Jakarta, Rabu (1/11).
Beberapa reformasi yang telah dilakukan untuk mencapai prestasi ini, antara lain biaya memulai usaha dibuat lebih rendah dari 19,4% ke 10,9%, biaya mendapatkan sambungan listrik dibuat lebih murah dengan mengurangi biaya sambungan dan sertifikasi kabel, yaitu 276% dari pendapatan per kapita turun dari sebelumnya 357%.
Selain itu, akses perkreditan juga semakin meningkat dengan hadirnya biro kredit baru. Perdagangan lintas negara pun semakin baik dengan adanya penagihan elektronik untuk pajak, bea cukai, serta pendapatan bukan pajak sehingga waktu untuk mendapatkan, menyiapkan, memproses dan mengirimkan dokumen saat impor turun dari 133 jam menjadi 119 jam.
Pendaftaran properti dibuat dengan mudah dengan pengurangan pajak sehingga mengurangi biaya keseluruhan dari 10,8% menjadi 8,3% dari nilai properti. Hak pemegang saham minoritas juga diperkuat dengan adanya pengangkatan hak, peningkatan peran mereka dalan keputusan perusahaan besar, dan peningkatan transparansi perusahaan.
Untuk memulai usaha di Jakarta saat ini dibutuhkan waktu 22 hari dibandingkan 181 hari pada laporan EODB 2004. Namun, jumlah prosedur untuk mendaftarkan bisnis baru tetap tinggi, yaitu 11 prosedur, dibandingkan 5 prosedur di negara ekonomi berpendapatan tinggi negara anggota OECD.
Indonesia juga melakukan perbaikan signifikan dalam menyelesaikan kepailitan dan hal ini merupakan pencapaian terbaik. Pada tahun 2003, tingkat pemulihan hanya 9,9 sen per dolar. Kini meningkat hingga 65 sen.
Di sisi lain, Indonesia masih perlu melakukan perbaikan di bidang penegakan kontrak. Sementara biaya untuk menyelesaikan perselisihan komersial melalui pengadilan negeri di Jakarta turun hampir separuh dari 135,3% dari klaim di tahun 2003 menjadi 74%. Ini jauh lebih tinggi daripada rata-rata 21,5% di negara ekonomi berpendapatan tinggi negara anggota OECD.(dtf)