Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Generasi milenial di perkotaan kini lebih memilih tinggal di hunian vertikal seperti apartemen dan rusun ketimbang rumah tapak. Selain karena ketersediaan lahan, faktor gaya hidup juga mempengaruhi hal ini.
Senior Associate Director Research Konsultan Properti Colliers International, Ferry Salanto mengatakan, harga tanah yang makin mahal membuat penyediaan rumah mau tidak mau harus didorong ke pembangunan rumah vertikal atau high rise building.
"Mungkin ada aspek sosial rumah tapak lebih mudah bersosialisasi dibanding vertikal. Tapi sekarang ini sudah mulai bergeser saat apartemen pertama dibangun di Jakarta," katanya dalam Seminar di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (19/12).
Ferry mengatakan, alasan milenial memilih apartemen adalah karena gaya hidup. Milenial menurutnya punya gaya hidup yang serba cepat dan mudah. Hunain rumah tapak saat ini yang cocok untuk milenial berada di pinggiran Jakarta yang jaraknya cukup jauh dari perkotaan. Sedangkan apartemen kebanyakan berada tak jauh dari kota.
"Dari sisi mereka yang dinamis, mobilitas tinggi, kalau dari sisi kepraktisan, lebih cocok di apartemen," tuturnya.
Namun, dorongan penghunian rumah vertikal ternyata kurang besar. Untuk Jakarta sendiri, rasio suplai apartemen terhadap penduduk Jakarta hanya mencakup 2% saja. Bahkan dalam 2 tahun terakhir, penjualan apartemen juga mengalami penurunan.
"Pasarnya besar tapi daya beli masyarakat untuk beli apartemen rendah," ujarnya.
Dari survei yang dilakukan Colliers International juga ditemui bahwa jumlah pembiayaan perbankan untuk pembelian apartemen masih sangat rendah alias lebih banyak yang menggunakan fasilitas cash installment atau mencicil kepada developer secara bertahap.
"Orang yang beli apartemen banyakan masih pakai cash installment. Metode ini yang kita temukan di pasar. Pembelinya kebanyakan para investor. Walaupun LTV (loan to value atau besaran DP) sudah diturunkan, tapi masih banyakan yang pakai cash installment. Ini karena penurunan LTV tadi enggak diimbangi dengan penurunan suku bunga, yang bisa jadi beban utang yang makin berat. Makanya cash installment dipakai walaupun ini sebenarnya kurang aman karena developer bukan penjamin," jelasnya.
Dukungan perbankan pun dirasa menjadi kunci untuk mendorong pembelian hunian vertikal seperti apartemen. Karena dari survei terhadap rumah tapak di Bogor, ditemukan bahwa penjualan rumah di Bogor, orang lebih banyak beli rumah lewat fasilitas KPR dari bank.
"Di sini saya lihat ada peluang untuk perbankan bahwa pangsa KPR untuk apartemen masih besar. Kalau dilihat ke depan, hunian di Jabodetabek juga arahnya pasti vertikal karena kalau dibangun landed biayanya akan lebih besar, enggak sesuai lagi sama daya beli masyarakat. Memang kuncinya adalah dukungan perbankan agar bisa juga menurunkan suku bunganya," pungkasnya. (dtf)