Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Terhadap perambahan hutan pinus seluas 210 hektar di Dolok Imun, Desa Lumban Tonga-tonga, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), yang telah berlangsung selama satu bulan lebih, Dinas Kehutanan Provinsi Sumut dituding melakukan pembiaran.
Kendati laporan peristiwa perambahan hutan tersebut telah disampaikan, hingga hari ini belum ada tindakan dari Dishut Sumut, berikut Kantor Pengelolaan Hutan Taput yang bernaung di bawahnya guna menghentikan perambahan hutan tersebut. Bersama berbagai jenis peralatannya seperti alat berat dan truk pengangkut, pelaku perambahan masih terus menjalankan aksinya.
Kepala Desa Lumban Tonga-tonga, Elisadikin Nababan, menjelaskan itu kepada medanbismisdaily.com melalui sambungan telepon, Kamis (21/12/2017). Menurutnya, oleh warga perambahan tersebut sudah pernah diupayakan agar dihentikan, namun pihak pelaku tidak menghiraukan. Sebab terdapat diduga aparat militer mem-back up aksi para perambah hutan.
"Pernah ada petugas dari Dinas Kehutanan membawa peralatan GPS datang ke sini. Tetapi mereka tidak melakukan apapun untuk menghentikan," kata Elisadikin.
Kepala Dishut Sumut, Harlen Purba yang ditanyakan soal perambahan tersebut membantah telah terjadi tindakan penebangan liar di Dolok Imun. Sebab hutan yang ditebang merupakan milik privat yang kemudian diserahkan ke pihak tertentu penebangannya. Oleh karenanya Dishut tidak bisa melarang.
"Ada kelompok warga dari dua desa yang saling mengklaim kepemilikan hutan tersebut. Kami akan memediasi mereka. Untuk alasan lingkungan hidup, kami sudah meminta pelaku menghentikan penebangan," ujar Harlen.
Ketua LSM LP3SU yang mendampingi warga Desa Lumban Tonga-tonga menghentikan perambahan liar di Dolok Imun, Sahala Saragi, menolak pernyataan Harlen yang mengatakan hutan Dolok Imun sebagai milik privat.
Kata Sahala, tahun 1977 setelah direboiasi warga Desa Lumban Tonga-tonga menyerahkan Dolok Imun kepada Dishut Taput. Sampai sekarang belum ada kebijakan pengembalian tanah tersebut kepada warga.
"Tiba-tiba pada November lalu Dolok Imun berubah status menjadi Area Penggunaan Lain (APL) oleh KPH dan di atasnya terjadi perambahan, warga kaget," kata Sahala.
Sahala menyebutkan, bersama-sama dengan warga mereka akan terus mendesak agar perambahan hutan dihentikan dan Dolok Imun dikembalikan kepada warga Desa Lumban Tonga-tonga sebagai pemilik sah.
"Barangkali kami harus memakai upaya kekerasan agar mereka mau menghentikan perambahan itu," kata Sahala.