Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP), tentang keberadaan LGBT, beberapa waktu lalu, disambut masyarakat dengan berbagai komentar. Dalam beberapa hari terakhir, wacana itu telah menjadi pembicaraan hangat di berbagai media sosial.
Beragam pendapat disampaikan sejumlah psikolog di Tanah Air. Salah satunya Psikolog Irna Minauli dari Minauli Consulting. Dosen psikologi dari Universitas Medan Area (UMA) ini menjelaskan, pemahaman tentang LGBT sekarang ini sudah “terbalik-balik”.
Jika kita teliti DSM (Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder), buku pedoman yang dikeluarkan oleh American Psychiatry Association, sekarang ini telah terdapat beberapa perubahan yang menarik, katanya pada Medanbisnisdaily.com, Kamis (21/12/2017).
“Ketika saya kuliah dulu di Fakultas Psikologi Unpad, tahun 1980-an, perilaku homoseksual termasuk dalam kategori gangguan orientasi seksual. Yang termasuk dalam kelompok homoseksual adalah gay (laki-laki suka laki-laki) dan lesbian (perempuan suka perempuan). Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya, homoseksual sudah dihapus dari dalam daftar gangguan. Dengan demikian menurut buku pedoman tersebut, perilaku homoseksual dianggap sebagai perilaku yang normal,” katanya.
Lebih lanjut Irna menjelaskan, dari ulasan mereka itu disebutkan, para psikolog klinis sekali pun tidak dapat membedakan mana kelompok homoseksual dan mana kelompok heteroseksual berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis, khususnya melalui tes grafis. Yang menarik adalah, mereka yang tidak suka atau bahkan membenci kaum homoseksual ini malah kemudian masuk dalam kategori gangguan phobia, yaitu kelompok homophobia.
Ditambahkan Irna, ulasan tentang homophobia itu menarik, karena menurut mereka, kaum homophobia ini adalah seseorang yang di alam bawah sadarnya sebenarnya memiliki dorongan homoseksual yang sangat besar, namun kemudian mereka menekan (me-repress) hasrat homoseksualnya dengan mengembangkan defence mechanism (mekanisme pertahanan diri) reaction formation, yaitu menyatakan hal yang sebaliknya.
Dalam kasus ini, dikatakan bahwa sebenarnya mereka sangat cinta namun perilaku yang diperlihatkan seolah mereka sangat membencinya. “Hemm entahlah, rasanya teori LGBT itu, sudah terbalik-balik,” katanya.
Sementara Psikolog dari Univeristas Padjajaran, yang biasa disapa Hatta menjelaskan, sulit untuk mengatakan LGBT sebagai kelompok abnormal. Fungsi psikologis mereka pada umumnya normal. Inilah yang kerap disebut normal dengan masalah.
Menurut Hatta, penyimpangan perilaku seksual itu dikelompokkan ke dalam paraphilia, dimana penyaluran seksualitasnya berbeda dari norma sosial, agama, budaya dan hukum. Paraphilia itu bisa bergradasi berat (disorder) sampai dengan ringan (temporary).
Hatta menyebut akan lebih tepat bila LGBT itu menjadi porsi psikiater. Barangkali penanganannya bisa dilakukan dengan terapi disertai obat-obatan. Psikolog hanya mendukung penangan aspek psikologisnya saja.