Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sudah sejak lama masyarakat Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi toleransi. Hal itu dikarenakan nilai-nilai pluralisme yang berlandaskan tradisi mengakar kuat dan masih dipraktikkan hingga saat ini.
Masyarakat Sipirok yang secara etnis itu didominasi oleh orang Batak, terdiri dari beragam agama. Khususnya Kristen dan Islam. Namun perbedaan agama itu tidak menjadi halangan bagi mereka untuk tetap rukun sebagaimana satu keluarga.
Setiap kali musim Natal, misalnya, masyarakat muslim juga turut gembira. Kaum Kristen akan mengirimkan kue-kue ke tetangganya yang muslim. Kemudian di Tahun Baru, giliran kelompok muslim yang bersilatuhrahmi ke rumah kelompok Kristen.
Hal itu dijelaskan salah seorang tokoh budaya Sipirok, Budi Hutasuhut, kepada medanbisnisdaily.com, Sabtu (23/12/2017). Tradisi saling memberi itu, disebut marjambar.
Setiap kali perayaan agama, baik Kristen maupun muslim, keduanya akan mendapat jambar. Ketika perayaan Idul Fitri, masyarakat Kristen juga akan mendapat jambar. Jambar dalam tradisi Batak adalah “hak yang diperoleh seseorang sesuai statusnya dalam adat”.
“Tradisi marjambar itu diterjemahkan oleh masyarakat Sipirok dalam konteks yang lebih luas. Tidak hanya dalam ritus adat, juga dalam kehidupan sehari-hari. Agama tidak menjadi halangan. Karena masyarakat Sipirok adalah satu keluarga,” kata mantan jurnalis ini.
"Tidak heran bila di Sipirok sering dijumpai satu keluarga yang penghuninya terdiri dari berbagai agama. Misalnya orangtuanya Islam tapi anaknya Kristen. Keduanya dapat tinggal dalam satu atap," lanjutnya.
Di masa lalu, kerukunan itu malah lebih kental lagi. Setiap kali memasuki bulan Desember seperti sekarang ini, para remaja muslim dan pemuda Kristen bersama-sama membersihkan gereja. Umat muslim tidak sungkan menghiasi gereja dengan dekorasi-dekorasi Natal. Sebaliknya menjelang lebaran, umat Kristen bersama-sama dengan umat muslim membersihkan masjid dan mushalla.
Sikap toleransi yang ditunjukkan masyarakat Sipirok itu tidak lepas dari nilai-nilai budaya yang mereka warisi dari leluhur mereka. Sebagai masyarakat etnis Batak, mereka terikat dalam tatanan dan falsafah hidup yang sama. Akar budaya yang sama menjadi nilai-nilai yang menyatukan perbedaan agama yang mereka anut, lanjutnya.
Hal itu semakin nyata ketika dalam sebuah pesta perkawinan. Kelompok Kristen dan muslim sama-sama hadir dan terlibat dalam peradatan. Bahkan dulu di beberapa kecamatan di Sipirok, ada kebiasaan doa makan dalam acara pernikahan orang Kristen dibawakan oleh kyai setempat. Demikian sebaliknya, doa makan dalam pernikahan orang muslim, dibawakan pendeta. Hal ini sudah berlangsung lama dan beberapa desa hingga kini masih melakoninya.
Hal sama juga diakui warga asal Sipirok lainnya, Parlindungan Siregar. Pria yang berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Medan ini, mengaku selalu ingin pulang kampung, kalau mengenang saat Natal seperti sekarang ini.
“Kalau sudah Natal, rumah kami pasti ramai. Saudara-saudaraku yang beragama Islam datang berkunjung. Ini bagian dari tradisi marjambar. Setelah kami kirimi kue-kue, nanti mereka akan datang bertahun-baruan,” katanya.