Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pada tahun 2016, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Balitbang Kementan) menghasilkan inovasi teknologi budidaya jajar legowo atau jarwo super. Jarwo super ini mampu meningkatkan produktivitas padi sawah irigasi secara signifikan.
Kepala Balitbang Kalimantan Tengah, Fery Fahruddin Munir, mengatakan pada pelaksanaan demo area di daerah Indramayu Jawa Barat, penerapan teknologi Jarwo Super terbukti mampu memberikan produktivitas padi unggul baru hingga 13,9 ton/hektar atau meningkat hingga 98,6% dari produksi yang dihasilkan petani di luar demo area.
"Teknologi ini membuat penasaran dan menimbulkan pertanyaan, apakah teknologi jarwo super hanya sesuai atau cocok di lahan irigasi yang memang menjadi andalan untuk peningkatan produksi padi-padi sawah nasional. Lalu bagaimana jika teknologi ini dikembangkan di lahan pasang surut, yang harus kita sentuh dan bangunkan dalam pemanfaatannya?" kata Fery dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/12/2017).
Diungkapkannya, teknologi Jarwo super dapat dikembangkan secara luas dalam rangka mendukung swasembada pangan berkelanjutan. Penerapannya di Kalimantan Tengah terbukti mampu meningkatkan produktivitas padi hingga 96,36 % pada panen di penghujung tahun ini.
Produktivitas padi unggul baru Inpari 42 mampu meningkat menjadi 8,64 ton/hektar gabah kering panen (GKP) dan varietas Inpara 3 serta Inpari 30 masing-masing berproduksi sebanyak 6,56 ton/hektar GKP di lahan pasang surut Tipe A ke B.
"Adapun di lahan pasang surut sulfat masam dengan tipe luapan air B di kabupaten Kapuas, aplikasi teknologi Jarwo super berproduksi sebanyak 7,4 ton/hektar GKP untuk padi varietas Inpara 8, dan dan sebanyak 5,7 ton/hektar GKP untuk varietas padi Inpari 30. Terjadi peningkatan peroduktivitas padi sebesar 63,0%-111%," jelas Fery.
Komponen teknologi padi Jarwo Super di lahan pasang surut ini menggunakan antara lain pertama benih bermutu, sesuai selera pasar setempat. Kedua biodekomposer spesifik lahan rawa yaitu Biotara yang diaplikasikan pada saat pengolahan tanah. Ketiga pemberian kapur dolomit dan arang sekam di lahan-lahan sulfat masam. Keempat pupuk hayati sebagai seed treatment berupa agrimeth dan pemupukan berimbang sesuai hasil analisis tanah.
Kemudian kelima pengendalian organisme pengganggu tanaman secara terpadu. Dan terakhir penggunaan mekanisasi pertanian, pada saat tanam dan panen, dilakukan apabila tersedia dan kondisi lahan sesuai dengan tipe alat yang digunakan.
Sebagaimana diketahui, Kementan pada 2018 akan membangunkan raksasa tidur dengan mengoptimalkan 10 juta hektare lahan rawa atau swamp land pasang surut yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Tujuannya untuk mendongkrak secara signifikan produksi padi nasional.
Kepala BBP2TP, Balitbangtan, Haris Syahbuddin mengungkapkan bahwa sejumlah provinsi memiliki potensi besar lahan rawa antara lain Kalteng, Kalbar, Sumsel, Bengkulu, Riau, kalsel, dan lainnya.
Wilayah tersebut banyak memiliki lahan rawa berpotensi besar karena mampu menghasilkan produksi tinggi tiga kali dalam setahun melalui sentuhan teknologi pertanian. Permasalahan lahan rawa adalah kondisi lahan sawah yang ketika air pasang hampir seluruhnya terendam air, sehingga diperlukan tangan pemerintah untuk menahan luapan air pasang dari sungai.Diperlukan program optimalisasi lahan yang lebih masif. Untuk itu Kementan bersinergi dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi akan melakukan penataan tata air di lahan pasang surut dan perbaikan jaringan irigasi. Kementan juga akan menggelontorkan bantuan alsintan seperti pompa air, mekanisasi, selain bantuan benih padi unggul dan pupuk. (dtc)