Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio sampai September 2017 sebesar 0,391. Angka ini mengalami penurunan 0,003 poin jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2016, dan turun 0,002 poin jika dibandingkan Maret 2017.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, tingkat ketimpangan dihitung mulai dari 0 sampai dengan 1. Kalau diangka 0 maka hasilnya sempurna, sedangkan jika menuju 1 itu adanya ketimpangan.
"Pada September 2017 ini gini rasionya 0,391. Turun tipis dibanding gini rasio Maret 2017 yang sebesar 0,393. Ini menunjukkan adanya penurunan ketimpangan, karena upaya menurunkan ketimpangan itu luar biasa sulit," kata Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (2/1).
Suhariyanto menyebutkan, ketimpangan di perkotaan jauh lebih tinggi dibanding pedesaan. Ketimpangan di perkotaan pada September sebesar 0,404 sedangkan di pedesaan itu 0,320. Jika dilihat dari komponen pengeluarannya, Suhariyanto mengungkapkan masih dalam level yang rendah.
"Kalau diantara 12-17% itu ketimpangannya sedang, kalau di bawah 12% itu ketimpangan tinggi. September nilainya 17,22%, jadi bisa disimpulkan ketimpangannya rendah," jelas dia.
Lanjut Suhariyanto menuturkan, yang mempengaruhi penurunan ketimpangan di Indonesia adalah utamanya kenaikan pengeluaran untuk penduduk yang berada di lapisan bawah lebih tinggi dibandingkan penduduk lapisan atas.
"Misalnya 40% terbawah itu rata-rata pengeluarannya meningkat 6,31%, sementara 20% penduduk teratas kenaikan pengeluarannya lebih rendah yaitu 5,06%," papar dia.
Lebih lanjut Suhariyanto mengungkapkan, ketimpangan menurut provinsi, paling tinggi berada di Yogyakarta dengan level 0,440 dan paling rendah di Bangka Belitung (Babel) di level 0,276.
"Terdapat 9 provinsi dengan gini rasio di atas gini rasio Indonesia, tertinggi tercatat di Yogyakarta, terendah di Bangka Belitung," tukas dia. (dtf)