Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta maaf masalah e-KTP tak kunjung selesai saat Rapim TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap. Apalagi 100 staf Kemendagri selama 1,5 tahun bolak balik dipanggil KPK.
"Kami juga mohon maaf kalau ada keterlambatan masalah e-KTP ya, bagaimana mau kerja dengan baik kalau 100 staf kami 1,5 tahun hidupnya bolak balik dipanggil KPK," kata Tjahjo Kumolo saat memberikan pembekalan Rapim TNI-Polri di Mabes TNI, Jalan Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (23/1/2018).
Tjahjo mengatakan pegawai Kemendagri juga tidak berani memutuskan kontrak karena dipanggil KPK. Meski begitu, Tjahjo mengatakan saat ini pekerjaan proyek e-KTP sudah lancar mencapai target.
"Sehingga memutuskan kontrak aja dia tidak berani. Tapi sudah bisa lancar dengan baik, sehingga target partisipasi masyarakat bisa meningkat dengan baik," ujar Tjahjo.
Awalnya, Tjahjo mengaku optimis dengan pelaksanaan pilkada serentak 2018. Sebab data penduduk yang sudah mempunyai e-KTP mencapai 97 persen. Mereka akan memilih calon kepala daerah dengan memakai e-KTP.
"Pak Kapolri dan Pak Panglima secara prinsip kita optimis pilkada serentak berjalan lancar sampai Pileg dan Pilpres. Datanya kami siap dengan data e-KTP yang sekarang sudah 97 persen orang punya data e-KTP, mudah-mudahan awal pertengahan tahun depan sudah selesai tuntas, tapi juga harus ada partisipasi masyarakat," tutur dia.
Acara Rapim TNI-Polri ini diikuti 359 perwira tinggi. 180 berasal dari lingkungan TNI, sedangkan 179 dari Polri.
Dalam kasus ini, eks Dirjen Dukcapil Irman dan mantan Ketua PPK Sugiharto telah menjadi terdakwa kasus proyek e-KTP. Keduanya sudah menjalani vonis perkara ini.
Sedangkan pengusaha Andi Narogong divonis 8 tahun penjara kasus itu. Sementara mantan Ketua DPR Setya Novanto sedang menjalani sidang kasus ini.
Proyek e-KTP yang menimbulkan kerugian negara Rp 2,3 triliun ini terjadi dalam rentang waktu 2011-2013. Dugaan korupsi ini melibatkan nama besar yang bermain di dalamnya. Mulai dari swasta, Kementerian Dalam Negeri, hingga DPR. (dtc)