Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia dihuni oleh masyarakat dengan keragaman etnis. Dengan keragamannya menjadi kekuatan untuk dapat lebih maju jika masyarakatnya membangun saling pengertian dan bekerja sama. Kemajemukan masyarakatnya yang hidup dengan tenang dan saling pengertian menjadikannya sebagai miniatur Indonesia.
Hal itu disampaikan Pj Ketua Forum Komunikasi Antar Lembaga Adat (Forkala), Dtq Adil Fredy Haberham dalam Dialog Kebudayaan, Medan untuk Indonesia, Merajut Kebhinekaan Meraat Kebangsaan, di Medan Club, Medan, Rabu (24/1/2017).
Dikatakanya, Forkala akan tetap menjadi bagian dari isi Kota Medan untuk menjaga kebhinekaan dan menjadikan Medan sebagai rumah dengan berbagai ragam budaya nusantar sebagaimana semboyan Kota Medan, yaitu Medan Rumah Kita, dan visi menjadi kota masa depan, berdaya saing, humanis, dan sejahtera.
Dia menambahkan, sebagaimana diketahui, Medan pada akhir November 2017 Presiden RI Joko Widodo melaksanakan kirab budaya dan prosesi budaya atas pernikahan putrinya, Kahiyang Ayu dengan Bobby Nasution yang merupakan putra Medan yang dihadiri para raja senusantara dan dilanjutkan dengan pertemuan para raja dan sultan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Maimun Medan, hal tersebut menjadi kebanggan atas terselenggaranya acara tersebut dengan baik dan lancar.
Didasari dengan tema Dialog Kebudayaan bertema Dari Medan Untuk Indonesia, Merajut Kebhinekaan dan Merawat Kebangsaann, lanjutnya, Kota Medan dikenal dengan keragaman etnik yang diilustrasikan sebagai bintang di langit bertebaran yang tenang dan tertib. Medan miniatur Indonesia. Heterogenitas dan multikulturalisme adalah fakta yang tidak dapat dielakkan dari bagian negara ini.
"Ada 20 etnik, dari Sumatera, pendatang nusantara dan manca negeri. Keanekaragaman budaya di Medan menjadikannya wadah di mana masyarakat harus membangun saling pengertian dan kerjasama agar tidak terjebak nepotisme sempit antar kelompok yang akan mengantar masyarakat menjadi sakit, tertutup dan saling curiga. Harus dibangun jembatan emas kebersamaan di atas berbagai perbedaan di tengah masyarakat," katanya.
Atas kondisi kultural Medan ini, kata dia, sangat penting dilakukan upaya berkesinambungan pembinaan atas lembaga adat yang ada di Kota Medan. Dialog Kebudayaan ini membincangkan kebhinekaan dalam berbagai perspektif antara lain sosiologi, agama, hak azasi manusia, kepemudanaan, akan disampaikan para narasumber. "Kita sepakat bahwa melupakan nilai-nilai etnik dan budaya hanya akan masyarakat tumbuh tanpa jiwa dan identitas. Pada akhirnya tak akan memperoleh hasil pembangunan yang visioner, partisippatif, progresif dan berkelanjutan," ujarnya.
Tahun 2018 ini menjadi tahun politik dengan digelarnya Pilkada di Sumut dan beberapa kabupaten/kota. Dalam beberapa pengalaman berpotensi memunculkan konflik. "Forkala menjadi denyut nadi membangun kota Medan dan menegaskan siap berpartisipatif berkontribusi untuk kemajuan Kota Medan dan mewujudkan Medan semakin maju, aman, berkeadilan bagi masyarakatnya," katanya.
Hadir dalam diskusi ini beberapa narasumber kenamaan yakni sosiolog Shohibul Ansor Siregar, Ketua Pusat Studi HAM Unimed Majda el Muhtaj, Ketua PD MABMI Medan, AKBP Safan Khayat, Samsir Pohan dari KNPI Sumatera Utara, dan Prof. Dr Syahrin Harahap. Acara ini dibuka Wakil Walikota Medan, Akhyar Nasution.