Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat kembali dilaporkan ke Dewan Etik. Laporan ini diajukan setelah dia dua kali dinyatakan melanggar etika oleh Dewan Etik MK. Laporan dugaan pelanggaran kode etik ini dilayangkan oleh Peneliti Muda MK, Abdul Ghoffar, ke Dewan Etik, Rabu (31/1/2018).
Ghofar menyebut dasar laporan itu adalah pernyataan Arief dalam pemberitaan detik.com, Kamis, 25 Januari 2018. Berita tersebut berjudul 'Diminta Mundur Bawahannya, Ketua MK: Dia Sakit Hati Sama Saya'.
Arief menyebutkan Ghofar merupakan bekas stafnya saat memasuki MK. Namun Arief tak puas dengan kinerja Ghoffar karena sering tidak masuk, sering keluar saat jam kantor dengan alasan mengurus keluarga. Ghoffar sempat mengikuti studi selama dua tahun di Australia. Saat kembali ia meminta posisinya struktural dan tak dikabulkan.
Selain itu, menurut Arief, kekecewaan Ghoffar disebabkan namanya dicoret dari rombongan undangan pertemuan MK se-dunia di Lithuania. Sebab panitia penyelenggara pertemuan membatasi jumlah peserta. Kekecewaan-kekecewaan inilah, kata Arief, yang membuat Ghoffar sakit hati hingga menuntut dirinya mundur sebagai ketua MK.
Ghoffar membantah pernyataan Arief tersebut. Ia menyebutkan Arief hanya mengalihkan tuntutan mundur menjadi masalah pribadi. Sikap itu menyalahi sifat kenegarawanan yang harus disandang seorang penjaga konstitusi. "Ini sangat disayangkan, sikap kenegarawanan itu harus didasari fakta. Bukan pengalihan semacam ini," ucap dia kepada detik.com.
Menurut Ghoffar, dirinya mengajukan tuntutan mundur berdasarkan fakta bahwa Arief telah dua kali kena sanksi dari Dewan Etik. Pertama, tentang katebelece ke pejabat kejaksaan. Kedua, sanksi Dewan Etik tentang pertemuan Arief Hidayat dengan anggota Komisi III DPR di sebuah hotel di Jalan Sudirman, Jakarta. Pertemuan itu menjelang fit and propert test Arief Hidayat sebagai hakim konstitusi periode kedua.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menyebutkan harusnya Arief melakukan koreksi atas tuntutan mundur semacam ini. Ia mengingatkan pasal 24 C ayat 5 UUD 45 menyebutkan hakim konstitusi integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan.
Senada dengan Ghoffar, Isnur beranggapan Arief ingin mengalihkan permasalahan sehingga tuntutan ini seolah masalah pribadi. Padahal tuntutan mundur ini tak hanya disuarakan oleh Ghoffar tetapi juga pegiat demokrasi, hukum, dan lainnya. Mereka khawatir catatan hitam Arief bakal merusak marwah MK.
"Harus diingat sebelumnya, dalam kasus Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, kedua hakim ini paling banyak dilaporkan soal etik juga. Kemudian mereka divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor karena suap," tandasnya. (dtc)