Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sangat disayangkan Sumatera Utara (Sumut) yang multietnis tidak didukung dengan adanya Pusat Studi dan Pengkajian Budaya. Sejauh ini lembaga yang ada boleh dibilang berkat campur tangan swasta.
Salah satunya Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak yang ada di Kampus Universitas HKBP Nommensen, Medan. Padahal lembaga-lembaga seperti itu perlu dalam upaya pelestarian aset budaya yang ada di Sumut.
"Memang aneh pemerintah selalu mengatakan perlunya melestarikan nilai-nilai budaya, namun lembaganya tidak ada," ujar Kepala Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Budaya Batak Universitas HKBP Nommensen, Medan, Manguji Nababan, kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (7/2/2018).
“Bagaimana kita mau menjaga dan merawat budaya itu bila akses utama untuk itu tidak ada,” tambahnya.
Dijelaskan Manguji, selama ini orang-orang yang bergelut dalam budaya kesulitan mencari data-data yang valid, sehingga mereka sering harus ke luar negeri mencari data itu, yang tentunya memerlukan uang yang sangat banyak.
"Ini kan terbalik, kita yang punya budaya tapi harus pergi keluar negeri mencari datanya," ujarnya.
Pemerintah, khususnya Pemprov Sumut harus bersyukur sejumlah praktisi sejarah dan budaya di daerah ini mau mengambil tugas itu. Dengan caranya sendiri mereka mendirikan sejumlah lembaga yang bergerak di bidang dokumentasi budaya, tambahnya.
Namun, terangnya, hal itu tidak cukup. Mengingat kerja-kerja seperti itu memerlukan dana yang besar.
Manguji berharap siapapun nantinya gubernur Sumut harus mengupayakan itu. Setidaknya setiap pemkab/pemko harus punya pusat studi budaya. Harus disiapkan anggaran untuk itu. Juga diperlukan sinergi terutama dengan dinas pendidikan. Salah satu tujuannya untuk mengajarkan pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah.