Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Teori tentang kesenian Indonesia terutama sastra yang hampir semua mengacu pada teori dari hasil penelitian barat, dinilai tak sesuai dengan karakter seni Indonesia. Lagipula, teori-teori yang sudah terlanjur diterapkan di Indonesia itu sebenarnya sudah lama dibuang oleh para kritikus sastra di Indonesia.
Hal itu tertuang dalam diskusi etnopuitika yang digelar Balai Bahasa Sumatera Utara (BBSU) di Jalan Kolam Ujung No 7 Medan Estate, Jumat (9/2/2018).
"Kita ingat kasus Chairil Anwar yang oleh kritikus sastra disebut terpengaruh oleh kepenulisan puisi gaya barat ketika ia menuliskan puisi 'Aku'," kata sastrawan Damiri Mahmud.
Padahal dari hasil penelitian saya, Chairil Anwar berangkat dari semangat dan nafas perpuisian ala Melayu Medan. Tuduhan itu sangatbmenyedihkan.
"Untuk apa teori-teori barat itu jika hanya menghegemoni kesenian kita. Begitu juga yang terjadi dengan seni tradisi kita, papar Damiri.
Lebih jauh disampaikan sastrawan Saripuddin Lubis. Saripuddin mengajak sastrawan Sumut tidak terjebak dengan pembahasan menyangkut teori-teori, sementara negara asing sibuk mengambil pengetahuan dan bahkan ada yang telah mengklaim seni yang kita miliki.
"Sementara kita masih berpolemik tentang teori barat, mereka (negara asing) justru sibuk mengambil apa yang kita miliki," tutur Saripuddin.
Dalam paparannya, narasumber OK Sahril menyebut teori etnopuitika melahirkan banyak gagasan terutama untuk kebutuhan pentas pertunjukan. Salah satunya, gagasan untuk merekonstruksi cerita-cerita rakyat sesuai dengan kebutuhan pembacanya. Ditambahkannya, teori adalah hilir sedangkan hulunya adalah masyarakat etnis itu sendiri. Lalu, tambahnya, Keduanya perlu dan tidak bisa dipisahkan.