Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan menyindir Ketua BEM UI Zaadit Taqwa yang memberikan kartu kuning kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia mengatakan sebelum bertindak seharusnya Zaadit melihat kondisi terlebih dahulu.
Sebagai informasi, Zaadit melakukan aksi 'kartu kuning' setelah Jokowi menyampaikan orasi ilmiahnya pada acara Dies Natalis ke-68 UI di Balairung UI, Depok, Jawa Barat, Jumat lalu. Namun, aksi Zaadit langsung dihalau Paspampres yang berada di lokasi.
Luhut menjelaskan pada dasarnya Jokowi memiliki komitmen dalam membangun infrastruktur di Indonesia. Ia juga menjelaskan bahwa Jokowi merupakan presiden pertama yang benar-benar memastikan pembangunan hingga ke pelosok Papua.
"Presiden Jokowi berkomitmen untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Belum pernah ada Presiden di Indonesia yang dalam setahun empat kali datang ke Papua hingga pelosoknya untuk memastikan pembangunan berjalan di sana," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (10/2).
Oleh karena itu Luhut mengaku bingung atas tindakan yang dilakukan oleh Zaadit.
"Sehingga waktu beliau (Jokowi) diberi kartu kuning oleh mahasiswa (Zaadit), saya tidak mengerti, apa alasannya?" imbuhnya.
Lebih lanjut, Luhut memaparkan bahwa ketika ia masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Ham (Polhukam) dirinya pernah mengajak para pejabat luar negeri untuk melihat langsung kondisi di Papua. Sehingga Luhut pun meminta kepada Zaadit untuk melakukan hal yang sama sebelum melakukan aksinya.
"Sewaktu saya jadi Menko Polhukam pun saya undang para Duta Besar, Jaksa Agung Australia untuk melihat langsung. Lihat langsung keadaan di Papua. Nah, jadi sebelum bertindak kalian harus tahu dulu, apa yang kalian bicarakan atau lihat secara langsung," sambungnya.
Luhut juga menjelaskan bahwa saat ini Indonesia telah memiliki berbagai cara guna mendapatkan dana untuk pembangunan infrastruktur. Pasalnya saat ini dana yang dimiliki Indonesia hanya mampu membiayai kurang dari 30% pembangunan.
Ia memberi contoh cara lain yang dimaksud adalah blended finance atau pembiayaan yang melibatkan sumber publik atau filantropi.
"Kami sudah membuat pendanaan-pendanaan lain di luar APBN. Misalnya blended finance, yaitu dengan melibatkan penggunaan pembiayaan pembangunan dari sumber publik atau filantropi untuk mendukung pembangunan," terangnya.
"Saya presentasikan hal ini di Davos pada acara World Economic Forum dan mereka mengacungkan jempol karena Indonesia dinilai kreatif dalam mencari sumber pendanaan," tutupnya. (dtf)