Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Seni itu milik siapa saja. Baik pelaku maupun sekadar penikmat. Tidak terkecuali para supir. Bak seorang pelukis, mereka menjadikan mobilnya sebagai kanvas. Itulah yang terjadi di tahun 1990-an. Meski masih berlangsung sekarang, tapi tidak seperti dulu, khususnya di Kota Medan.
Tidak hanya di Medan, seni menghias kendaraan (angkutan dalam kota, bus maupun truk) merebak di hampir semua penjuru Indonesia. Entah siapa yang mempelopori gagasan ini. Yang pasti di masanya, ide ini cukup berhasil mencuri perhatian masyarakat.
Ada-ada saja kreasi para supir itu. Mulai dari berupa tulisan, gambar sampai dekorasi interior. Menariknya, jika kita telusuri akan terlihat perbedaan tema antara angkutan dalam kota, bus maupun truk.
Tema pada angkutan dalam kota cenderung kata-kata jenaka. Sering juga berupa plesetan. Seperti "Putus rokok sudah biasa, putus cinta abang merana, putus rem tamatlah kita" "Cintamu tak semurni bensinku" "Kasih ibu sepanjang masa, kasih bapak sepanjang galah, kasih supir sepanjang jalan".
Ada juga kata-kata lucu disertai gambar. Misalnya gambar kakek ompong yang terpingkal-pingkal. Di bawahnya tertulis "Sudah ompong tertawa pulak" Ada juga gambar pemuda yang seperti sakit gigi .di bawahnya tertulis "Siapa suruh jatuh cinta". Kata-kata lain yang sempat populer seperti "Malas cerita" "Pergi kosong, pulang kinclong" "Senyummu merusak kantongku" "Buronan mertua" dan sebagainya.
Sedangkan di bus, tema dan kata-katanya cenderung lebih soft. Umumnya berupa kata-kata mutiara dan harapan-harapan. Misalnya "KasihNya seperti sungai" "Doa mama bersama papa" 'Diberangkatkan dengan doa" atau "Demi kau dan si buah hati".
Tema paling "semarak" justru pada truk. Meski rada-rada porno tapi sering membuat kita senyum-senyum sendiri. Biasanya berupa gambar perempuan dengan fose yang menyolok.
Kata-katanya pun menggelitik. "Papa pulang, mama basah" "Kutunggu abang di pengkolan" "Lama gak gituan, pas gituan gak lama" "Mama goyang, papa kelimpungan" "Rindu kumis papa" "Ayo goyang mang" "Cepat pulang, mama sudah gak tahan " "Janda kembang masih perawan" "Kutunggu jandamu" "Layu sebelum berkembang" dan sebagainya.
Tidak sampai di situ, supir-supir generasi old juga kreatif mendesain interior mobilnya. Mulai dari menghiasi kaca mobilnya dengan renda, gorden, manik-manik dan pernak-pernik bak sebuah rumah.
Mereka juga berlomba-lomba melengkapi mobilnya dengan speaker yang besar berikut koleksi kaset pita, juga televisi mini.
Begitulah supir-supir itu menghibur diri dan penumpangnya. Kreasi itu dirasa banyak manfaatnya. Penumpang yang tadinya stres ketika membaca kata-kata lucu itu jadi sedikit terhibur.
Penumpang yang tadinya suntuk, jadi bergairah mendengar dentuman musik yang kencang. Sebaliknya yang kelelahan (umumnya penumpang malam) bisa tertidur pulas mendengar lagu-lagu tembang.
Menurut psikolog Irna Minauli dari Universitas Medan Area (UMA), hal itu tidak sekadar cara supir menghalau stres, namun secara tak langsung juga upaya membangun komunikasi dengan penumpang.
"Paling tidak ada upaya supir memahami kondisi penumpangnya. Teknik komunikasi-interaktif kreatif itulah yang kurang dimiliki supir-supir zaman now," katanya belum lama ini kepada medanbisnisdaily.com
Kita dapat merasakan perbedaan itu sekarang ini. Jangankan angkutan dalam kota, bus antar provinsi pun sudah jarang memfasilitasi penumpangnya dengan hal-hal semacam itu.
Perjalanan pun terasa hambar. Semakin lama semakin menyesakkan.