Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Mojokerto. Hampir setahun, jalan menuju ke 2 rumah yang ditempati 3 keluarga terisolir oleh pagar lapangan Desa Kalikatir, Gondang, Mojokerto. Para korban menyebut, tindakan pemerintah desa setempat ini dipicu aksi protes terhadap tambang liar.
Kedua rumah yang terisolir pagar lapangan Desa Kalikatir ini dihuni keluarga Sarmin (48)-Kasmiati (49), Kaslan (60)-almarhum Sutinah (50) mertua Sarmin, serta Kodisun (25)-Susiati (23) adik ipar Sarmin.
"Mungkin karena keluarga kami ikut melaporkan Kepala Desa saat itu (Sumaji) terkait penggalian batu di sungai Kalikatir," kata Sarmin kepada detikcom di rumahnya, Rabu (14/3/2018).
Bapak dua anak ini menjelaskan, dugaan tambang batu liar itu dilaporkan sebagian warga Desa Kalikatir ke Polsek Gondang, Polres Mojokerto, hingga ke Polda Jatim. Pelaporan ini dilakukan sekitar 2 bulan sebelum Pemerintah Desa Kalikatir membangun pagar lapangan yang menutup akses jalan di rumahnya. Pagar setinggi lebih dari 1 meter itu dibangun April 2017.
Menurut Sarmin, Kepala Desa yang saat itu dijabat Sumaji, mengizinkan adanya penggalian batu di sungai Kalikatir. Penggalian sendiri dikerjakan seorang pengusaha yang juga tetangganya. Sejak 4 bulan yang lalu, masa jabatan Sumaji berakhir digantikan oleh kakaknya Kusnadi, Sekretaris Desa Kalikatir. Status Kusnadi sebagai Penjabat (Pj) kades.
"Kami terdorong ikut melaporkan galian di sungai karena rumah kami di tepi sungai. Kalau dibiarkan, aliran sungai akan semakin dalam dan deras, kami khawatir tanah kami akan tergerus," ungkapnya.
Putri Sarmin Likis Ninda Mufidah menuturkan, aksi protes tersebut membuat keluarganya menjadi incaran Pemerintah Desa Kalikatir. Kondisi rumah keluarganya yang tak mempunyai akses jalan, diduga dimanfaatkan untuk pemerintah desa untuk melemahkan protes warga terhadap tambang batu di Sungai Kalikatir.
"Kebetulan keluarga saya tak punya jalan, akses utama hanya melalui lapangan desa untuk ke jalan kampung. Akhirnya jalan satu-satunya itu ditutup pagar oleh pamong (Pemerintah Desa Kalikatir)," terangnya.
Aksi protes ke Pemerintah Desa Kalikatir, Camat Gondang hingga Pemkab Mojokerto, lanjut Likis, sampai saat ini tak membuahkan hasil. Keluarganya juga tak berani membongkar sendiri pagar lapangan tersebut lantaran takut dipidanakan.
"Harapan kami sebagai warga desa sini ada solusi, pagar dibongkar untuk agar kami bisa keluar masuk rumah menggunakan kendaraan," tandasnya.
Penutupan jalan dengan pagar lapangan sejak April 2017 ini mengganggu aktivitas Sarmin dan keluarga besarnya. Mereka tak bisa keluar masuk ke pekarangan rumah menggunakan kendaraan bermotor.
Bahkan, saat anggota keluarga mereka meninggal, jenazah harus diangkat melompati pagar tersebut. Satu-satunya akses yang tersisa untuk keluar dari pekarangan rumah, hanya jalan sempit selebar 60 cm. Jalan ini berupa celah antara rumah Kaslan dengan tetangganya.
Sementara Pj Kepala Desa Kalikatir Kusnadi menampik penutupan jalan bagi 3 keluarga tersebut dipicu persoalan tambang liar di sungai Kalikatir. Dia berdalih, pembangunan pagar lapangan desa tersebut atas persetujuan warganya.
"Karena keputusan rapat (pagar lapangan) dibangun, harus dibangun, itu kan untuk kegiatan pemuda," tandasnya. (dtc)