Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menilai intervensi politik dalam penempatan dan pemberian jabatan PNS masih tinggi. Ketua KASN Sofian Effendi menyebut hal itu harus dihilangkan untuk meningkatkan mutu ASN.
"Intervensi politiknya masih sangat besar. Jadi campur tangan politik dalam manajemen pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai masih besar," ujar Sofian di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Rabu (14/3/2018).
Sofian sebelumnya mengatakan tiga tahun ke depan merupakan waktu untuk meningkatkan mutu ASN Indonesia agar setara dengan negara maju di Asia, seperti Korea Selatan. Hal ini untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kita sudah memperbaiki pelayanan publik sudah bagus. Kalau istilahnya sudah 'green' sudah hijau kita. Kepercayaan rakyat pada pemerintah juga sangat baik, dan perbandingan internasional, Indonesia itu nomor dua terbaik kalau kepercayaan rakyat," kata Sofian.
Menurut Sofian, tiga hal yang harus dibenahi saat ini adalah kualitas dan mutu SDM ASN, hilangnya intervensi politik dalam manajemen ASN, serta kapasitas pejabat pimpinan tinggi ASN.
"Kapasitas dari pejabat pimpinan tingginya di dalam perumusan kebijakan yang prorakyat. Reformasi birokrasi sekarang ini belum menyentuh ini. Diharap, ke depan, kita dalam reformasi birokrasi lebih banyak," ucapnya.
Sofian pun menyebutkan cara memperbaiki ketiga hal tersebut. Pertama, rekrutmen pegawai harus didasari mutu dan potensi.
"Kedua, training, kita ini orang diangkat tapi nggak pernah diberi training. Selama ini orang diangkat tapi nggak pernah diberi training. Training akan banyak untuk setiap pegawai," tuturnya.
Sofian menyebut ASN seharusnya diberi jatah training 20 jam dalam setahun. Training yang diberikan tidak hanya dalam kelas, tapi juga melalui e-learning atau cara lain.
"Kemudian yang ketiga, jabatan pimpinan tinggi harus dipilih sangat ketat. Yang dulu banyak karena kedekatan kepada pimpinan, kemudian satu kelompok yang makin sukses. Sekarang orang tidak boleh lagi orang hanya diangkat untuk jabatan pimpinan tinggi, (harus) karena mutunya," tegasnya.
Sementara itu, Sofian mengungkapkan indeks efektivitas pemerintah masih rendah, yaitu 53, dari skala 0 sampai 100. Dibanding negara Asia lainnya, mutu ASN Indonesia tertinggal jauh.
"Jadi kita itu ukuran mutu dari ASN kita dalam ukuran indeks efektivitas pemerintah yang 0 sampai 100, kita itu baru kira-kira 53. Sementara Malaysia sudah 86, Korsel sudah 90," ungkap Sofian.
"Jadi kalau (ibarat) lulus pun baru dapat D, belum B atau A. Ini karena itu, penyebabnya adalah banyaknya intervensi politik dalam pengangkatan pegawai. DPR pada 2004 memaksa pemerintah mengangkat 1,1 juta pegawai honorer tanpa tes, mutunya jadi jelek sekali," imbuhnya. (dtc)