Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Samosir. Asumsi masyarakat penikmat kopi selama ini, bahwa kopi ateng tidak dapat dikonsumsi dan hanya untuk bahan kosmetik, cat dan lainnya. Kalau diolah menjadi kopi bubuk dan dikonsumsi, bisa jantungan, mencret, sakit perut dan lainnya, ternyata itu tidak benar. Ternyata rasa kopi ateng tidak kalah dengan kopi robusta. Hal itu sudah dibuktikan oleh salah satu kelompok tani di Samosir.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Pertanian Samosir Erkanus Simbolon, kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (22/3/2018) di meja kerjanya, menyikapi mulai langkanya kopi robusta di Samosir. Masalah rasa, hanya tergantung pada pengolahan, dan produksi kopi Samosir 2017, mengalami peningkatan. Dimana produksi kopi tahun 2016 dengan luas areal 4.834,8 hektare, sebanyak 3.303 ton, dan 2017, dengan luas areal 5.038,7 hektare, sebanyak 4.248,20 ton.
"Anggapan masyarakat selama ini kalau kopi ateng tidak bisa dikonsumsi, itu salah. Kelompok tani binaan Dinas Pertanian, sudah membuktikan, bahwa kopi ateng layak konsumsi, dan rasanya tidak kalah dengan kopi robusta. Semua bergantung pada cara pengolahannya," jelas Erkanus Simbolon.
Dijelaskan, Parbaba Dolok Samosir (Pardosir) yang merupakan kelompok tani (poktan) yang mengelola lahan seluas 50 hektar lebih, binaan Dinas Pertanian Samosir, sudah mengolah kopi ateng menjadi kopi bubuk, bahkan sudah mendapat bantuan alat pengolahan dari Dirjen Perkebunan, mulai dari alat pengupas, menjemur, menggongseng, penumbuk, pengayatan, sampai alat pengepakan.
"Kopi ateng olahan mereka sudah disajikan dan kita minum, rasanya enak dan tidak menimbulkan rasa pusing, jantungan, mencret dan lainnya. Yang pasti layak dikonsumsi," ucap Erkanus Simbolon.
Agar ada nilai tambah, lanjut Erkanus, kedepan akan membina dan mengusulkan lebih banyak lagi kelompok-kelompok berbasis pertanian, untuk dibina oleh Pemerintah atasan, Pemerintah Kabupaten melalui Dinas terkait, seperti Koperindag, supaya produksi kopi Samosir terus meningkat. Dan saat ini, sudah terbentuk Masyarakat Peduli Indikasi Geografis (MPIG) di Kabupaten Samosir.
"Untuk saat ini, sudah ada lembaga swadaya, pengamat kopi dari Jerman dan Belanda untuk membina dengan melibatkan lembaga-lembaga non government. Kita juga libatkan antar Departemen untuk memunculkan indikasi geografis (hak paten/sertifikat kopi). Dengan munculnya itu, harga kopi akan naik," ujar Erkanus Simbolon.