Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Aceh. Warga Desa Melidi Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur, Aceh hingga kini masih terbatas dalam hal komunikasi. Untuk jaringan seluler, mereka harus terlebih dulu naik ke sebuah bukit. Itupun belum tentu sinyal muncul.
Setiap hari, warga pedalaman Aceh Timur ini ramai mengantre ke sebuah bukit yang dikenal dengan sebutan bukit sinyal. Lokasi ini terletak sekitar setengah jam dari perkampungan. Di sana, tak ada pohon tempat berlindung. Warga pun harus rela panas-panasan agar dapat sinyal.
Baca juga: Belanja Sampai Gelap Gulita di Merauke
Uniknya, hanya telepon genggam jadul yang mendapat sinyal. Android maupun handphone canggih tidak bakalan menemukan sinyal sama sekali. Datang ke Bukit Sinyal, warga menaruh HP di atas kayu yang sudah dipersiapkan. Di lokasi, ada dua kayu yang dibuat khusus sebagai tempat menaruh telepon seluler.
Jika sudah ditaruh di sana, maka tidak boleh lagi dipegang. Sedikit saja bergoyang, sinyal langsung hilang. Jika sinyal didapat, maka warga berbicara dengan menghidupkan pengeras suara di telepon. Kadang, lagi asyik ngomong tiba-tiba sambungan terputus karena sinyal hilang.
"Di sini sinyalnya lari-lari. Kadang dapat kadang tidak. Kalau mendung sampai sehari nggak dapat, kadang kami pulang terus," kata seorang warga Desa Melidi, Salim (42) saat ditemui detikcom, Selasa (3/4/2018).
Salim datang ke Bukit Sinyal untuk menelpon anaknya yang sekolah SMA di Kabupaten Aceh Tamiang. Agar dapat sinyal, Salim menunggu sekitar tiga puluh menit. Setelah tersambung, dia menanyakan keperluan anak serta kondisi kesehatan sang buah hati.
"Nelponnya kalau perlu misalnya jam 12 siang kita harus datang sebelum jam 12. Kadang belum tentu dapat jam 12. Kalau perlu cepat itu kadang tidak bisa," jelas Salim.
Salim rela panas-panasan di sana demi mendengar kabar sang buah hati. Kain sarung dipakai untuk menutup wajahnya agar terhindar dari sengatan mentari siang. Di desa ini, hanya warga di sana yang dapat menelpon sementara tidak dapat menerima telepon jika sudah turun dari Bukit Sinyal.
"Demi anak apa pun kita lakukan meski panas begini. Nelpon seminggu sampai tiga kali, karena anak sekolah kadang butuh uang atau kebutuhan. Kalau uang berapa dapat itu kirim karena kita juga bukan orang mampu. Kita kirim dari sini sama orang, nanti kita telpon dia (anak) suruh ambil," ungkap Salim.
detikcom dua hari berada di desa ini dan merasakan hidup tanpa sinyal HP. Ada empat desa di Kecamatan Simpang Jernih yang masih terbatas dalam hal komunikasi dan listrik. (dtc)