Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Mantan narapidana bisa nyaleg hingga mencalonkan diri menjadi kepala daerah. KPU terbelenggu aturan untuk mendiskualifikasi kandidat tersebut. Hal ini dinilai lunturnya nilai-nilai konstitusi bernegara.
"Pelaksanaan ketatanegaraan kontemporer juga menunjukkan gejala berhukum secara formalistik prosedural dan gagal menangkap nilai luhur dalam konstitusi," kata pakar hukum Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Selasa (3/4/2018).
Hal itu juga menjadi kesimpulan diskusi publik 'Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer', yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi), Fakultas Hukum Universitas Jember.
"Maksudnya adalah cara berhukum hanya dimaknai sekedar larangan atau kebolehan. Contohnya adalah munculnya kembali aktor-aktor lama yang pernah divonis bersalah melakukan kejahatan tergolong berat (korupsi, pembunuhan dan lain-lain) dalam panggung politik baik Pilkada maupun Pemilu," cetusnya.
Hadir dalam diskusi itu Direktur Human Rights Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Herlambang P Wiratraman dan Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM, Oce Madril.
"Meskipun aturan hukum Pilkada dan Pemilu secara formal memperbolehkan namun majunya kembali figur-figur yang pernah bermasalah tersebut menunjukkan bahwa hukum hanya dimaknai sebagai teks tanpa mampu menangkap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam moralitas konstitusi," ujarnya.
Penyelenggara negara sebagai panutan rakyat seharusnya diisi oleh orang-orang yang memiliki kualifikasi sebagai politisi berjiwa negarawan yang tidak pernah memiliki rekam jejak tercela dalam karirnya.
"Menjelang 2 Dasawarsa (20 Tahun) Era Reformasi perkembangan ketatanegaraan Indonesia meskipun masih menunjukkan sejumlah permasalahan di sana-sini, namun bukan berarti hal ini menjadi justifikasi untuk memberi kesempatan kepada aktor-aktor rezim lama (pelaku dan pendukung rezim otoritarian) untuk kembali memimpin jalannya pemerintahan pada era reformasi ini," pungkasnya. (dtc)