Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com – Sipahutar. Budidaya tanaman nenas, salah satu komoditas primadona pertanian daerah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput). Luas tanaman nenas di daerah itu seluas 2.372 hektare, tersebar di 6 kecamatan, yakni Sipahutar, Siborongborong, Pangaribuan, Garoga, Siatas Barita dan Adiankoting.
Kecamatan Sipahutar merupakan sentra pertanaman nenas, dengan luas pertanaman 1.775 hektare. Namun dari tahun 2004, tanaman nenas di Taput terserang penyakit Phytoptora (busuk akar). Akibatnya, daun tanaman menguning hingga tanaman mati.
Koordinator Pengendalian Organisme Penggangu Tumbuh – Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP) Taput Karianto Nainggolan menerangkan, tanaman nenas di Taput diserang penyakit Phytoptora dari tahun 2004 dan hingga 2018 ini, penyakit tanaman itu hingga saat ini belum dapat dikendalikan.
Karianto Nainggolan menjelaskan, penyakit Phytoptora adalah jamur yang menyerang akar tanaman dan penularan penyakit ke tanaman lainnya sangat cepat melalui tular tanah. Bila tanaman terserang penyakit Phytoptora, belum ada cara pengendaliannya. Tanaman terserang harus dicabut dan dibakar, agar tidak menular ke tanaman lain.
Penyebab penyakit phytoptora pada tanaman nenas, yakni pemakaian herbisida terlalu tinggi, tidak dilakukan pemangkasan daun bawah, tidak dilakukan penjarangan tunas tanaman, tidak dilakukannya pemupukan sesuai rekomendasi pertanian dan perawatan lainnya.
“Serangan penyakit Phytoptora ini sudah endemis. Sudah banyak pihak yang turun ke Taput, guna melakukan penelitian terhadap serang penyakit tanaman nenas. Hasil penelitian laboratoriun IPB, penelitian direktorat perlindungan tanaman holtikultura, kementerian pertanian dan penelitian laboratorium peramalan hama penyakit (PHP) Simalungun menyatakan penyakit tanaman nenas itu adalah penyakit Phytoptora,” ungkap Karianto Nainggolan ke Medanbisnisdaily.com, Kamis (12/4/2018), di Sipahutar.
Dari hasil penelitian, sebut Karianto Nainggolan, direkomendasi pengendalian penyakit pada tanaman nenas, yaitu tanaman yang terserang penyakit harus dicabut dan dimusnahkan dengan cara membakar tanaman, pemakaian fungisida selektif, pengendalian dengan agen hayati (Tricoderma Sp), pemupukan sesuai rekomendasi pertanian dan perawatan lainnya.
Tanaman terserang penyakit Phytoptora, ujar Karianto Nainggolan, setelah dicabut, sedapat mungkin ditabur kapur pada lubang bekas tanaman. Kapur bermamfaat untuk menaikkan PH tanah dan menetralkan zat asam pada tanah. Alhasil, penyakit phytoptora tidak menular ke tanaman lain.
Pengendalian penyakit Phytoptora, beber Karianto Nainggolan, sangat sulit dilakukan. Pasalnya, dituntut kesadaran petani untuk bergerak serentak untuk melakukan pengendalian secara serentak. Hal yang sia-sia, bila sebagian petani peduli dan sebagian tidak peduli atau tidak mau melakukan pengendalian sesuai rekomendasi para pihak peneliti penyakit tanaman.
Budidaya tanaman nenas, kata Karianto Nainggolan, sangat mudah dan prospek menjanjikan untuk mensejahterakan masyarakat petani. Tanaman nenas usia 2,5-3 tahun sudah produksi. Namun untuk mencapai hasil yang diinginkan, petani harus melakukan pertanaman dan perawatan tanaman sesuai rekomendasi pertanian.
Berdasar rekomendasi pertanian, ujar Karianto Nainggolan, perlunya pemulihan bibit. Bibit tanaman berulang-ulang, salahsatu faktor penyebab penyakit. Lalu, jarak tanaman yang direkomendasi, yakni 120 x 40-50 cm, agar tanaman tidak lembab. Pemupukan terjadwal dilakukan per 3 bulan, penjarangan tunas tanaman, yaitu maksimal 3-4 tunas per rumpun serta perawatan lain.
“Akibat penyakit ini, luas lahan pertanaman menurun. Produksi, tentunya, otomatis menurun. Petani nenas menjadi beralih ke tanaman jeruk dan tanaman lainnya,” pungkas Karianto Nainggolan, seraya berharap pengendalian tanaman nenas terserang Phytoptora di daerah itu akan dapat dikendalikan.