Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Cucu Amir Hamzah, Tengku Rina Usman, menampik tuduhan yang menyebutkan bahwa Amir Hamzah adalah seorang intel Belanda.
Hal itu ia sampaikan pada seminar nasional yang digelar Mahasiwa Pendidikan Sejarah Unimed di VIP Room Serba Guna Unimed, Jumat (13/4/2018) sore.
Dalam seminar itu, Tengku Rina menyebut tidak benar Amir Hamzah adalah seorang intel Belanda. Yang kutahu dari cerita ibuku Tengku Tahura (putri Amir Hamzah). Justru kakek adalah seorang yang mencintai negerinya.
"Saya menyesal dengan ulasan Majalah Tempo yang menyebut kakek saya Intel Belanda. Itu tidak betul. Kakek saya bukan seorang pengkhianat," ujar Rina berlinang air mata.
Senada Rina, sejarawan Ichwan Azhari juga menampik tudingan itu. Menurut Ichwan istilah revolusi sosial itu sendiri pun masih belum jelas. Revolusi sosial itu harus digali kepastiannya, kata Ichwan.
"Saya menampik tuduhan itu karena Amir Hamzah adalah sosok nasionalis. Hal itu dapat dilihat karya sastra dan aktivitas pergerakannya. Amir Hamzah yang pertama kali menularkan bahasa Melayu dalam sastra Indonesia. Jadi tidak benar dia seorang pengkhianat," katanya.
"Saya jadi teringat dengan satu istilah yang menyebut revolusi memakan anak kandungnya sendiri. Itulah yang terjadi dengan Amir Hamzah," kata Ichwan.
Seminar itu menghadirkan empat pembicara antara lain Tengku Rina Usman (cucu Amir Hamzah) Damiri Mahmud (sastrawan-red buku "Menafsir Kembali Amir Hamzah") Abdul Hakim Siagian (praktisi hukum) Ichwan Azhari (sejarawan).
Seperti diinformasikan sebelumnya, tuduhan Amir Hamzah sebagai intel Belanda dimuat dalam Majalah Tempo pada edisi 14 Agustus 2017. Disebutkan dalam tulisan itu, Amir Hamzah sebagai keluarga Kesultanan Langkat tewas di tangan kelompok pemuda sosialis. Ia dipancung karena dianggap pro Belanda.
Amir Hamzah lahir di Langkat 28 Februari 1911 dan meninggal 20 Maret 1946 yang disebut-sebut sebagai korban revolusi sosial. Amir Hamzah digelari sebagai Pahlawan Nasional pada 3 November 1975.