Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kehidupan romansa penyair Amir Hamzah penuh lika-liku. Sebagai pujangga, kisah percintaan itu tuangkan dalam sajak-sajaknya. Salah satunya, menurut Damiri Mahmud, penulis buku "Menafsir Kembali Amir Hamzah" adalah dalam sajak "Padamu Jua" yang fenomenal.
Hal itu ia katakan saat seminar nasional "Kontroversi Pahlawan Nasional Amir Hamzah", di Kampus Unimed, Jumat (13/4/2018).
Drama percintaan Amir Hamzah itu pun menurut salah seorang pegiat film di Medan, Emiry, menarik untuk diangkat dalam sebuah film. Menurutnya, kisah cinta Amir Hamzah akan sangat kompleks bila diangkat sesuai dengan konteks zamannya.
"Istilahnya antara cinta dan idealisme," ujar Emiry pada medanbisnisdaily.com, Minggu (15/4/2018).
"Konteks sejarah dan perjalanan hidupnya yang tragis akan menambah keistimewaan film ini. Mungkin pemerintah Sumut atau Langkat bisa mendanai pembuatan film ini secara kolosal," ujar pemain film Anak Sasada, Tano Parsirangan dan Amangku Mardua Holong, ini.
Kisah percintaan Amir Hamzah bermula ketika ia berumur 13 tahun (1924). Kala itu ia sudah berpacaran dengan perempuan bernama Aja Bun. Tetapi drama percintaan itu kandas. Sejak 1925-1929, Amir berpindah-pindah sekolah mulai dari Medan, Batavia (Jakarta) dan Surakarta (Solo).
Selain bersekolah, di perantauan Amir terlibat dalam pergerakan nasional. Ia dekat dengan tokoh-tokoh bangsa, salah satunya Muhammad Hatta. Selain itu, Amir juga aktif dalam dunia sastra dan menyebarkan bahasa Melayu dalam sastra Indonesia. Ia pun dijuluki sebagai Raja Pujangga Baru.
Kisahnya cintanya dengan Aja Bun pun pupus. Aja Bun justru menikah dengan Tengku Husin Ibrahim, kakak Amir Hamzah pada 1928.
Pada 1929, di Solo, ia berpacaran dengan Ilik Sundari. Ilik Sundari disebut-sebut sebagai "cinta matinya" Amir Hamzah. Bahkan setelah dinikahkan dengan Tengku Kamaliah, putri Sultan Langkat, Sutan Mahmud, foto Ilik Sundari masih terpajang di kamar Amir.
Kisah cinta dengan Ilik itu pun disebut Damiri juga diketahui Sultan Mahmud. Amir sendiri dinikahkan dengan Tengku Kamaliah pada tahun 1938, setelah ia dipanggil pulang oleh Sultan Langkat di tahun yang sama.
"Dari penelitian saya, Ilik inilah yang mengilhami sajak-sajak romantik Amir Hamzah, termasuk sajak 'Padamu Jua'," kata Damiri.
Seperti tertulis dalam sejarah, Amir Hamzah tewas dipancung oleh sekelompok pemuda yang menamakan dirinya kelompok pemuda sosialis. Hal itu terjadi pada 20 Maret 1946.
Tragisnya, sang eksekutor adalah guru silatnya sendiri selama di Kesultanan Langkat, Ijang Widjaja. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai revolusi sosial di Sumatera Timur.