Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Washington - Aksi demo menentang serangan udara Amerika Serikat cs ke Suriah kembali digelar di sejumlah kota di Amerika Serikat.
Aksi demo tersebut digelar di Kota New York, Atlanta, Minneapolis, Chicago, Oakland dan Washington, DC pada Minggu (15/4) waktu setempat. Sehari sebelumnya, aksi-aksi serupa juga berlangsung di beberapa kota AS, termasuk Los Angeles dan San Francisco.
Seperti dilansir media Press TV, Senin (16/4/2018), para demonstran juga berkumpul di luar rumah Senator Demokrat Dianne Feinstein dan Pemimpin Minoritas DPR AS, Nancy Pelosi di San Francisco.
"Kami ingin Feinstein dan Pelosi bersuara menentang bombardir dan perang yang terus berlangsung," cetus Eleanor Levine dari kelompok antiperang Code Pink Women for Peace.
"Tuntutan kami adalah bahwa kita tak punya hak untuk memiliki keberadaan militer di Suriah," cetus Levine.
Dalam aksinya, para demonstran membawa spanduk-spanduk bertuliskan dukungan untuk perdamaian dan penolakan atas kebijakan intervensi AS.
Pekan lalu, sejumlah organisasi kemanusiaan seperti organisasi White Helmets dan Syrian American Medical Society melaporkan serangan gas kimia beracun telah terjadi di Douma, Suriah, pada 7 April lalu. Dilaporkan dua organisasi itu bahwa lebih dari 500 orang dibawa ke pusat-pusat medis 'dengan gejala-gejala yang mengindikasikan paparan ke zat kimia'. Puluhan orang termasuk anak-anak dilaporkan tewas akibat serangan kima itu.
Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), menyatakan telah memiliki bukti bahwa serangan kimia itu didalangi rezim Suriah. Pada Sabtu (14/4) dini hari waktu setempat, AS bersama Inggris dan Prancis melancarkan serangan rudal ke sejumlah fasilitas senjata kimia Suriah.
Saudi dan sekutunya menyatakan dukungan bagi serangan rudal yang dilancarkan AS, Inggris dan Prancis itu.
Rezim Suriah telah menyangkal menggunakan atau memiliki senjata kimia. Rezim Presiden Bashar al-Assad juga mengecam serangan AS bersama Inggris dan Prancis itu sebagai 'aksi agresi'.dtc