Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Surat Menkum HAM yang memutuskan kepengurusan Partai Hanura kembali ke Ketua Umum Oesman Sapta Odang (OSO) dengan Sekjen Sarifuddin Sudding berbuntut panjang. Usai tak mengakui Sudding sebagai sekjen, kali ini Hanura menuding KPU tak independen.
Ketidakindependenan KPU yang dimaksud adalah terkait terjadinya perubahan data sistem informasi politik (sipol) milik Partai Hanura. KPU kini menggunakan SK Menkum HAM dengan Sudding sebagai Sekjen Hanura, sesuai keputusan PTUN.
"Sikap KPU ini ditunjukkan dengan melakukan suatu tindakan yang bersifat intervensi mengatur internal partai dengan cara mengeluarkan atau mengubah data Sipol tanpa adanya persetujuan dari DPP Partai Hanura yg sah dalam hal ini dengan Ketua Umum Dr Oesman Sapta dan Sekjen Harry Lontung Siregar," kata Ketua Bidang Advokasi Hukum Partai Hanura Dodi S Abdulkadir, di The City Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (6/7/2018).
Dodi mengatakan, keresahan akibat data Sipol yang berubah dirasakan kader-kader Hanura di daerah. Sebab saat akan memasukkan data calon legislatif ke sistem informasi pencalonan (Silon) milik KPU, mereka harus meminta tanda tangan dari Sudding sebagai Sekjen. Padahal oleh kubu OSO, Sudding sudah tidak diakui.
"Padahal data Sipol ini adalah data yang berdasarkan hasil dari verifikasi yang dilakukan oleh KPU sendiri terhadap Hanura. Data perubahan itu adalah data pengurus, ketua atau sekretaris dari DPD dan DPC dan ini menimbulkan kebingungan. Nah ini kita nggak tahu siapa yang mengubah tapi yang jelas karena itu database yang ada di KPU itu berarti KPU yang bisa menjawab," ujarnya.
Dodi mengatakan kecurigaan intervensi terhadap KPU disebabkan perubahan data Sipol yang didasarkan pada surat Menkum HAM Nomor M.HH.AH.11.01.56. Padahal terkait putusan PTUN Jakarta Nomor 24/G/2018/PTUN-JKT, pihaknya telah melakukan banding pada tanggal 3 Juli 2018. Dilihat pada website Sipol, KPU memang melampirkan SK kepengurusan Hanura dengan OSO sebagai Ketum dan Sudding adalah sekjennya.
Menurut Dodi, KPU seharusnya mengacu pada kepengurusan OSO-Harry L Siregar. Sebab saat ini kubu OSO masih melanjutkan perkara hukum sengketa kepengurusan Partai Hanura.
"Apa yang dilakukan oleh KPU ini jelas-jelas melanggar PKPU Nomor 20 tahun 2018 di mana jelas-jelas dikatakan di sana bahwa hal terdapat hal-hal yang menimbulkan adanya perbedaan di dalam kepengurusan partai, KPU berpedoman kepada SK kepengurusan partai politik yang berdasarkan surat keputusan Menkum HAM yang terakhir," tuturnya.
Dodi menyesalkan tindakan sepihak yang dilakukan KPU tersebut. Hanura menurutnya akan mengadukan tindakan perubahan data Sipol sepihak oleh KPU ke Bawaslu.
"Tindakan KPU jelas-jelas bertentangan dengan peraturannya sendiri dan telah menimbulkan keresahan di seluruh Indonesia, Terutama stakeholder daripada Partai Hanura. Dan hal ini menunjukkan bahwa adanya suatu ketidakindependensian dari KPU bahwa KPU dapat terpengaruh atau dapat diduga dapat diintervensi," terang Dodi.
Sebelumnya, Kepengurusan Hanura resmi kembali seperti sebelum ada perpecahan internal. Menkum HAM Yasonna Laoly memutuskan Hanura dipimpin Ketua Umum Oesman Sapta Odang (OSO) dan Sekjen Sarifuddin Sudding.
Surat itu bertanggal 29 Juni 2018 dengan nomor M.HH.AH.11.01/56 tentang Kepengurusan Partai Hati Nurani Rakyat. Surat Menkum HAM terbit mengacu pada beberapa putusan PTUN yang menyidangkan sengketa kepengurusan Hanura. (dtc)