Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Samosir. Sehat Naibaho (33), warga Desa Parlondut, keluarga pasien RSUD Hadrianus Sinaga Pangurran, Samosir menyesalkan pihak rumah sakit yang menolak Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang diterbitkan Dinas Sosial untuk keperluan berobat mertuanya. Hal itu disampaikannya kepada medanbisnisdaily.com, Sabtu (21/7/2018).
"Mertua saya, Op Peby Sitanggang (62), mau menjalani operasi usus buntu dan terdaftar sebagai keluarga penerima manfaat di desa. Jadi saya dapat petunjuk agar urus SKTM untuk bantu biayanya. SKTM sudah diterbitkan Dinas Sosial, tapi tiba di rumah sakit, ditolak dan disebut hanya berlaku untuk warga terlantar," tutur Sehat.
Memang, kata Sehat, mertuanya kini sudah selesai operasi, namun dirinya sangat menyesalkan pernyataan pihak RSUD dan berharap adanya sinkron antara RSU, Dinas Sosial dan juga desa soal status SKTM.
"Masa dibilang khusus terlantar, dan kita sudah capek mengurusnya jauh-jauh ke Dinas Sosial di Parbaba. Padahal dari Dinas Sosial menyampaikan, SKTM yang saya urus bisa digunakan. Tiba di RSU malah ditolak suratnya. Kenapa diterbitkan desa dan Dinas Sosial kalau toh tidak bisa digunakan," sesalnya.
Dia berharap, hal sama tidak terjadi pada warga lainnya. "Kita berharap, ada komunikasi desa, Dinas Sosial dan pihak rumah sakit. Kalau memang SKTM tidak bisa lagi digunakan, kiranya disampaikan ke masyarakat, agar masyarakat tidak capek dan tersita waktunya mengurus sesuatu yang tidak bisa difungsikan," harap Sehat.
Kepala Desa Parlondut, Torop Sitanggang, dikonfirmasi, mengakui bahwa Op Peby terdaftar sebagai keluarga penerima manfaat dan berhak mengurus SKTM ke Dinas Sosial.
"Pasien memang terdaftar sebagai warga penerima manfaat beras sejahtera (rastra), dan memang hanya yang terdaftar yang boleh mengurus SKTM ke Dinas Sosial," ucap Torop.
Direktur RSU Dr Hadrianus Sinaga, dr Friska Situmorang, dihubungi medanbisnisdaily.com, mengatakan, tidak ada lagi biaya untuk surat miskin.
"Tidak ada lagi biaya untuk surat miskin, karena sudah habis. Penganggaran kita memang sangat-sangat terbatas tahun ini. Biaya meledak, semua masyarakat yang batuk, pilek pun pakai surat miskin," kata Friska.
Dia menyebut, anggaran tahun 2018 untuk pengguna surat miskin hanya Rp 100 juta, dan menyarankan masyarakat, sebelum ke rumah sakit agar melapor ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mengecek apakah terdaftar sebagai peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS).